Sabtu, 13 Desember 2008

KUMPULAN PUISI TANPA JUDUL
Tanpa kau:
Malam masih bergandeng keramaian
Anginpun merangkul pohon cemara dengan mesra
Gemerincik air diantara batu mengulas indahnya laju hidup
Di mana engkau berada disenggang waktu semalam.
Malang 01/11/2008
Jika tangisan adalah ungkapan bahasa
Lantas dengan apa kau memaknainya
Perlu kau ketahui bahwa himpitan hidup
Mendesaknya untuk hal itu
Tentu kamu tau atau sekedar berpura-pura
Jika setiap tangis adalah doa lantas dengan apa
Kamu mengabulkannya
Ketenangan tentu takcukup karna kompleksnya hidup
Lantas jaminan hidup macam apa yang akan kau suguhkan
Tentu hal ini adalah tanya yang orang2 bilang kesesatan
Namun bila hal itu penting biarlah tersesat sesaat karna pencarian tentangmu
Jangan biarkan tanyamu menjaukan langkah.
Malang 24/10/2008
KENAPA
Kenapa aku begitu mencintaimu
Kenapa juga aku menghawatirkanmu
Kenapa aku sangat gelisah ingin jumpa denganmu
Kenapa pula dirimu tak jua mengerti akan gelisahku
Kenapa sulit rasanya aku menepis semua perasaanku padamu.
Malang 29/09/2008
Kerinduanku melekat pada senja
Melambai harap dititian doa
Jangan kabarkan mimpi tentang malam
Yang bertabur bintang
Aku akan selalu mendambamu
Selagi siang/malam menjadi nafasku.
Malang 29/09/2008
Hidup adalah pilihan
Percikan kata terkadang menjadi luka
Hingga senyum tulus menjadi hampa
Jika pertemanan ini masih bisa dirajut
Maka biarkanlah kenangan mengurai makna
Pada tiap hela’an nafas.
Malang 25/09/2008
Sebatas aku mampu menggapai
Sebisa kaki malangkah
Lantasa kenapa mesti berpasrah pada ketentuan
Yang tak mesti
Ada kenyataan yang bisa dilampaui
Lantas kenapa pula
Hanya mengamininya
Tak adakah gerak nyata
Malang 23/10/2008
Mengingatmu laksana
Membuat lukisan di padangpasir
Hembusan angin yang tak pernah mau tau akanku
Semakin menjauhkan harap dan mimpiku
Tentangmu
Gesekam bumi hatiku menghalau
Segala hasrat akanmu.
Jangan tanyakan lagi
Malang 23/10/2008
Selebihnya maafkan aku
Maafkan atas kesengajaanku yang
Telah mencintaimu
Tapi kenapa mesti minta maaf?
Alah !! biar itu hanya apologi saja
Tapi jangan kau racuni aku lantaran cinta ini
Biarkan aku menikmatinya
Kuharap kamu bisa paham
Pasti kamu akan bertanya, kok bisa ?
Aku tidak perlu menjelaskan hal itu
Karna cinta tidak bisa dijelaskan
Tapi untuk dirasakan
seperti aku yang merasakannta saat ini
Malang 23/10/2008
Ibu
Dengan apa aku harus berterimakasih, seluruh raga dan jiwa, adalah kasihmu
Langkah yang kugayuh berkat doamu, apa yang kusaksikan hanya engkau nampak
Ibu perjuangan dan jasamu adalah lentara di kehidupanku, keringat yang mengalir dari pundakmu adalah amanat bangsa untuk anakmu untuk selalu gigih menghadapi hidup.
Walau engaku terkadang tersandung saat menyuapiku, namun kau tetap peluk aku
Aku bagai raja kecil disimu, tahun-tahun berjalan kau bekali restu untukku
Saat ganas kota mencabik sum-sum yang kau tanam, perlahan lirih doa mengaliriku
Karnamulah aku mampu berdiri dan bisa menyaksikan isi kehidupan
Tabanyak yang bisa aku katakana tentangmu, karna akan semakin mempersempit nilai
Karna kutau semua apa yang kau berikan padaku lebih dari apapun sampai saat ini
Dan aku takkan mampu mempijakkan kaki kehidupan tanpa lantaran engkau
Malang 01-02-2008
Butir-butir kemangi
Embun pagi masih melekat pada tangkai kemangi
Burung-burung pada datang menyeka pagi
Kicaunya pada risau
Pada kuncup itu tengadah embun
Udara pagi yang dingin menghanyutkan para pejalan kaki
Selintas kukupu mencuri pandang
Dengan tarian-tariannya yang khas, “tak ada pencabulan dan persenggetaan”
Sanggup kita meniru keramahannya dan segala keunikannya
Sentuhan udara pagi bagai menyulam hidup ditegah kegersangan
Aroma itu sungguh menggagas kesamaan pada para lalu lalang adam
Tak ada konflik,
Malang 30-01-2008
Perjalan hidup
Apa yang bisa dikutip orang dari rangkaian cerita paginya
Segalanya hampa, tak ada ruas melepas asa jiwa
Sudut pagi pun enggan mengurai perjalanannya
Riak air mata di ujung sajadah tak mampu mengeja
Mungkin kita lupa pada awan yang bersolek
Dan kita pun sekan tutup mata pada keranjang Tani
Di helai keringat yang menguning
Tersirat doa
Sebentar disana ada kerumunan yang membius waktu
Jangan lupa bawa catatan itu tuk esok
Agar tak ada alas an lupa rangkaian peristiwa
Dan ingat air mata mereka bukan pemandian suci
Apa yang bisa kita petik dari pehon yang krontang
Hanya bisa menyisakan getir dan kengerian
Bukan-bukan gundukan emas yang di harap
Tapi keadilanlah dalam hidup
Malang 30-01-2008
Jangan ada senyum
Jangan ada senyum di bibir bisamu
Cukup laki menjadi lunglai olehmu
Masih ada banyak hal yang penting dari pada itu
Bukan kah engaku pun jenuh di atas keperihan hidup
Buang saja lipstik itu
Masih ada yang lebih bermakna
Sebenarnya apa yang kau sukai
Dari pada warna itu
Apa yang kau ingini
Jangan kau tebar aroma di ujung trotowar
Jalan masih bising degan mesin-mesin
Apa yang kau tarik dari keindahan tubuh
Dan palingan bibirmu
Malang 30-01-2008
Pengakuan
Yaaa …….Allah sungguh karnamulah aku ada disini. Da engakau ibu, aku banyak berdoasa padamu. Aku sesalu menyakiti perasaanmu, tapi engkau ttap tidak berubah.
Keakuan
Aku berfikir tentang aku
Dan keakuan itu terasa sulit untk kuterjemahkan
Hingga mata ini pun enggan meneggelamkan dalm felamboyan mimpi
Km sedang apa disana?
Aku disini bermuram durja dalam bayangmu.
Malang 15-10-2008
AKU MENCINTAIMU
Kesempurnaan adalah dambaan tiap manusia
Tapi keterbatasan terkadang tek ter elakkan
Diri pun terasa kerdil dalam mengartikan fluktuasi hidup
Bukan hidup yang kusesali tapi
Hidup yang tidak hidup
Malam-malam aku sendiri hanya
Dingin yang menekankan pada
Kegelapan
Tak ada angin
Tak ada apa pun
Aku tidak menyesal kete kamu
...... masih ingatkah kamu
Saat aku menyatakan cinta padamu
Sungguh aku teraliniasi dalam
Kepekatan rasa yang kau ramu dengan bercak
Bercak suara
Yaa suaramu yang khas telah merobohkan hatiku.
.......... aku mencintaimu
Malang 12-10-2008

MENCARI AKAR MASALAH, TUHAN PUN DIGUGAT

MENCARI AKAR MASALAH,
TUHAN PUN DIGUGAT
Oleh : MAHMUDI
Tuhan
Kata tuhan selalu idintik dengan kepercayaan pada agama. Dalam islam dikenal Tuhan Allah di mana eksistensinya sebagi pengatur atas segala yang Ia ciptakan. Tetapi keberadaan Tuhan tidak bisa disamakan dengan segala eksestensi yang Ia cip takan. Dia tidak bisa dilukiskan dan tidak bisa dibayangkan.
Dalam keristen, buda, hindu, dan katolik kepercayaan pada Tuhan tidak jauh berbeda, mereka para penganut Tuhan percaya akan eksistensi-Nya. Kepercayaan pada Tuhan dijalankan dengan keanekaragam ritualitas.
Para penganut Tuhan meyakini bahwa kekuasaan-Nya tidak dapat dinalar. Tak jarang banyak orang menerima dan meyakini-Nya tanpa prasyarat. Tuhan sebagai pencipta maka Ia patut dipatuhi. Memang cukup berasalan dan seyokyanya sebagai mahluk yang diciptakan-Nya untuk taat pada yang menciptakan.
Kepercayaan akan ada-Nya Tuhan “kekuatan diluar kuasa manusi” ada sejak awal dicip takan-Nya manusia. Adam adalah manusia pertama seperi yang diinformasikan kitab Alquran. Dari adamlah tumbuh suatu keyakinan “adanya eksistensi diluar manusia” pada Tuhan. Maka dari regenerasi lahirlah adam-adam yang lain, pada tatarannya memiliki satu kesamaan “menyakini akan adanya Tuhan”.
Kepercayaan yang diyakini manusia tidak lahir dengan cara spontanitas, semua kayakinan yang hadir dan tumbuh, (dibentuk) dikonruksi oleh sosial. Kontruksi sosialah yang menjadikan atau membimbing manusia. Ada sebuah pertanyaan, pernyaanku ini dirasakan oleh semua orang. Perlu dipertegas disini saya seorang yang beriman musulim “islam”. Pertanyaanya apakah kita akan akan beriman “islam” apapun, tapi orang tua kita tidak beriman. Jangan-jangan apa yang kita yakini selama ini hanyalah sebuah keyakinan “warisan”. Betulkah kiya benar-benar yakin dengan keyakinan yang kita jalani?.
Saya sendiri sempat merenungkan hal itu. Saya tidak mau orang mengatakan bahwa apa yang saya imani hanya sebuah “simbolisme” warisan dari orang tua yang telah melahirkan dan membesarkanku. Sudahkan anda mempertanyakan keyakinan anda saat ini. Atau anda tidak pernah mempersoalkan apa yang anda yakini, karna anda berangaba keyakinan yang anda jalani adalah sebuah kebenaran yang mutlak.
Pernyaannya kebenaran seperti apa yang anda yakini saat ini ?.
Saya menjadi pesimis dak tidak percaya peda keyakinan yang anda anut selama ini, apakah anda menjamin menjadi seorang muslim jika ayah dan ibu anda kristen. Sebaliknya apakah anda akan menjadi kristen jika ibu dan ayah anda seorang penganut hindu dll.
Agama-Agama Ibrahum a.s
Saya salaut dengan Ibrahim dia adalah manusia yang berani. Berani menggugat keyakinannya sendiri, bahkan dalam sejarahnya banyak tuhan yang disembah oleh Ibrahim. Ibrahim adalah seorang revolosioner sejati dalam berkeyakinan (mencari Tuhan). Keberanianya patut ditiru oleh manusia sekarang agar tidak mudah mengklaim terhadap satu keyakinan yang lain. Ibrahim dengan keberaniannya, dia membunuh Tuhan-tuhan yang sebelumnya Ia yakini, sebelum pada akhir pencariannya Ia menemukan hakikat Tuhan yang sebenarnya.
Ibrahim sempat menyembah sapi, dia juaga sempat menyembah beberapa yang ada di planet ini, dia menyembah malam, siang, alam, Matahari, rembulan dll. Akan tetapi dari semua yang Ia yakini, seperti, sapi, alam, matahari, rembulan termentahkan karna Ia beranggapan semua itu tidak abadi. Sehingga pencariannya berakhir pada keyakinan tunggal “Allah”. Sebelum menemukan keyakinannya yang terakhir “Allah”, Ia melewati banyak proses, Ia tidak semerta-merta menerima terhadap keyakinannya sendiri. Apakah kita telah benar-benar menemukan keyakinan kita. Atau keyakinan kita cenderung dibentuk “dikontruksi” oleh sesaorang “ayah dan ibu” atau lingkungan.
Kita tidak perlu seperti Ibrahim, apa yang dilakukan oleh ibrahim adalah sebuah proses, pertanyaannya apakah kita telah melewati peroses itu. toh Ibrahim juga manusia seperti kita, Ia makan, minum seperti kita juga. Ia memiliki ibu dan ayah, kedua orang tuanya saat itu telah memiliki keyakinan “menyembah berhala/patung” tapi dia dengan keberaniannya tidak semerta-merta mengikuti apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Dia berani mempertanyakan.
Saya kagum dengan keberanian Ibrahim. Saya kagum bukan lantaran dia sebagai Nabi yang dipilih oleh Allah. Akan tetapi saya merasa kagum pada peroses yang dia lakukan dan ia jalani. Lebih jauh dia berani menentang orang tuanya “mempertanyakan” di mana pada saat itu orang tuanya menganut agama hindu.
Selama ini kita dikungkung oleh fenatisme yang berlebihan. Dalam agama kita “islam” ketaatan kepeda orang tua dilegitimasi oleh Alquran dan hdits yang pada ujung-ujungnya berkutat pada surga dan neraka. “sesungguhnya surga itu ada di telapak kaki Ibu” dan “rida Allah berada pada keridaan kedua orang tua”. Legitimasi itu mencadi senjata paling ampuh yang dipegang orang tua. Dan lebih naifnya kita tidak mempunyai keberanian untuk mempertanyakan hal itu. kita hanya bisa pasrah dan menerima begitu saja, karna itu adalah seruan agama.
Sebegitu kuatnya legitimasi agama menelikung keranggka fikirkita. Bagaimana peristiwa yang terjadi pada Ibrahim. Ia tidak taat pada orang tuanya. Apakah kita lebih mulia dari Nabi ibrahim. Apakah agama akan menyalahkan terhadap peroses yang Ia lakukan.
Coba bayangkan jika saja ibrahim taat begitu saja pada keyakinan yang dianut kedua orang tuanya, apa yang akan terjadi?. Sekali lagi peroses itu amat penting. Keberanian mereupakan sebuah konsekweksi dan pilihan.
Mangaca pada Nabi Musa a.s
Nabi musa ia adalah manusia pilihan tuhan. Ada satu hal yang menarik dari perjalanan keimanannya pada Tuhan. Suatu hari dia mengajak ummat-nya untuk menyakini agama yang Ia yakini, yaitu agama tauhed, menyembah “Allah”. Akan tetapi ummatnya pada saat itu mempertanyakan eksistensi tuhan itu sendiri.
“sembahlah Allah yang menciptakanmu dan yang menguasai segala mahluknya” Nabi musa mengajak ummatnya
“kabar apa lagi yang kamu bawa Musa”
“aku tidak percaya dengan apa yang kamu akatakan” musa pada saat itu dihadapkan pada persoalan yaitu “dia sebagai pembawa agama baru” kemudian dari umnya ada yang bertabya balik.
“bisakah kamu meyakinkan kami, dengan tuhan yang kamu yakini saat ini” suaranya lantang.
Pertanyaan ummat Nabi Musa menggloyahkan keyakinannya. Sehingga dia pun bertanya balik pada tuhan.
“Tuhan jika memang engkau benar-benar ada maka perlihatkanlah wujudmu”
Kesimpulan terakhir dari kegusaran Nabi Musa, Ia tidak bisa melihat Tuhan. Dia pingsan saat tuhan akan memperlihatkan wujud-Nya. Dalam satu kisah tuhan memerintahkan musa untuk menatap gunung. Akan tetapi dia tidak mampu menapnya. Tanah yang Ia pijak tiba-tiba bergetar hebat, saat itulah dia pingsan.
“Keberanian” itulah nabi musa. Dia berani mengugat tuhan-Nya, lalu pada saat sekarang, kenapa kita tidak memiliki keberanian seper Musa dan Ibrahim. Apakah kerangka berfikir kita sekarang benar-benar telah mati.
Hidup ini bukan hanya sekedar surga dan neraka ada yang paling penting dari hal itu senmua. Apakah dibenarkan seseorang dengan memburu sorga melupakan terhadap lingkungan sosialnya.
Kegalauanku
Seiring pancaran sinar matahari di pagi hari kucoba mengaih kata yang berserakan di akar nurani. Ada rasa ragu, takut semua kehawatiran terus menghantuiku. Namun dengan segala payahku aku mencoba merangkai huruf-demi huruf menjadi kalimat, sehingga bisa menjadi media dan aspirasi hati.
Pagi itu aku termangu seorang diri. Anganku menarawang diantara langit-langt kamarku. Secercah sinar mentari menerobaos di celah-celah kamar. Aku mengernyitkan muka. Aku coba mempertanyakan diri sendiri, kenapa aku tidak bisa berujar tentang kenyataan yang sedangh aku alami. Aku bingung.
Waktu terus berjalan sementara pena yang ada di tangan akananku masih tertahan oleh galau hatiku. Beberapa kertas telah kutoreh namun tak ada setuktur kata yang bisa mengawal inginku. Semua terasa membeku. Aku hanya mengeliat pasrah dan tak berdaya.
Aku seperti kehingan pengangan, semua terasa mengambang. Seakan semua acuh padaku tak terkecuali tuhan. Lalu siapa lagi yang bisa mewadai keluh kesahku.
Hari ini aku betul-betul dalam kekalutan.
Apakah ini sudah menjadi takdir Tuhan !!. ah ……. Atau karna kecerobohan dan kekumalan akalku sehingga aku sendiri tak mampu membingkai nasip sendiri. Atau memang ini adalah menjadi takdirku. Lalu kana aka digariskan seperti ini. Bukankah tuhan maha pemurah dan pengasih pada ummtnya, tapi kenapa aku tidak merasakan hal itu. apa karna aku ……….!!!.
Katanya Tuhan maha pengisih. Dia sendiri menjajikan kebahagian pada setiap mahluk ciptaan-Nya tapi penderitaan demi penderitaan terus mengiri tiap langkahku. Apakah aku yang salah atau tuhan sendiri yang sengaja membiarkan semua ini. Bakan Tuhan yang mengatur semua yang ada di muka bumi. Berarti aku robot yang dikendalikan tuhan. Berarti tuhan sedang bermain-main dengan nnasip yang kujalani selama ini. Tuhan berikan jawaban atas kegalauwan ini.
Kata Tuhan maha pengasih terhadap ciptaan-Nya. Pengasih berarti dia tak akan membiarkan mahluknya berada dalam penderitaan. Tapi mengapa berbeda dengan apa yang aku alami. Aku kering dengan kasih sayang-Nya. Ada banyak alasan kana aka berkati seperti ini, karna aku merasa Tuhan tidak bisa memberikan aku kasih sayang dan kebahgiaan.
Sebenarnya bukan aku saja yang mengalami persoalan ini. Banyak orang di seantero bumi ini yang mengalami nasip seperti aku. Namun kebanyakan mereka pasrah terhadap takdir-Nya. Persoalannya bukan maslah takdiri atau bukan. Betulkah tuhan menjadikan kita robot, yang sengaja Ia ciptakan. Pertanyaan ini nanti akan kita temukan dalam kitap yang Tuhan ciptakan.
Tuhan tidak akan mengubah nasip suatu kaum, kecuali dia mengubahnya. Pertanyaan di atas telah terbantahkan oleh Tuhan. Akan tetapi yidak sebatas itu kita pasrah dan menisbatkan nasip karna kita tidak mempunyai kemaun “kemauan untuk lebih baik” namun sering kali kita pasrah, ini sudah menjadi takdiri-Nya.
Seorang pengemis dia dengan terpaksa mengadaikan harga dirinya, dan menadahkan tangan sekedar sekeping rupiah untuk menganjal pereutnya. Dia tidak akan pernah berfikir, dan mempertanyakanb keadaannya. Sehingga tak jarang tangan-tangan manusia yang bisa memberikan rupiah adalah penolong sejati “Tuhan”. Lantas jika Tuhan memang memilki kepedulian dan kasih sayang pada tiap makluknya, kenapa dia harus menghinakan ciptaannuya di hadapan ciptaan-Nya sendiri.
Perbedaan nasiplah yang menjadikan mereka dalam posisi seperti itu. akan tetapi lebih parah terkadang kita tidak pernah peduli pada keadaan mereka sehingga kita cenderung apatis terhadap keadaan yang dialami mereka.
Lebih parah ketika ketergantungan yang ada pada si pengemis menjadikan mereka “sebagai penentu”. Mereka tidak pernah berfikir akan adanya Tuhan diluar dirinya yang terpenting mereka bisa mekan dan memenuhi kewajiban memeberi makan pada anak-anaknya.

Kamis, 06 November 2008

KISAH DALAM PELTIHAN JURNALIS
Semua orang pada dasarnya berkeingin menjadi penulis. Akan tetapi tidak semua orang bisa “melakukan” menulis, dalam artian menulis secara baik dan benar. Ketika aku bertanya kepada orang yang sudah banyak menghasilkan karya pada umumnya mereka tidak memberkan spisifikasi yang kongkrit, “banyaklan baca dan menulislah, tuangkan segala yang ada dalam benak”.
Aku tidak pernah mendap jawaban yang bisa rinciperngkat mekanik kompoter yang bisa diklasifikasikan “Memori, Hardis, Mainbord, CD Rom Monitor” dll. Orang-orang yang sudah berkelibar dalam dunia kepenulisan hanya memberikan pemahaman yang bersifat universal “perbanyaklah baca”.
Semenjak kecil aku menyukai dunia informasi. Seperti info berita dari radio TV dan lainnya. Ketika itu saat aku bermain dengan teman, waktu itu aku masih belum punya radio. Ada tetangga aku yang memilki radio, aku sering ada di rumahnya sekedar mendengarkan berita atau musik.
Adanya berita di diradio hanya pada waktu-waktu tertentu. Pagi pada pukul 07.00. Siang pada pukul 11.00-11.15 / 12.00-12.15. Wib waktu itu. Pada pukul 14.00 siang, aku menengarkan sebuah acara “surat muhbah”.
“surat muhibah” acara itu merupakan sebauh
Sabtu, 25 Oktober 2008. Sebuah Angkot (len) TSG memasuki pintu gerbang UIN (Universitas Islam Negeri) Malang. mobil itu bergerak perlahan, dan berhenti menghadap selatan tepat di depan gedung SC Sport Center (SC). Suasana depan gedung terlihat lengang. Hanya beberapa anak terlihat berlalu-lalang, mereka menutup wajahnya dengan buku untuk menghindari sengatan matahari. Memang pada siang itu cuaca cerah. Tak ada mendung. Hembusan angin sesekali menim bulkan debu.
Gedung (SC) memilaki tiga lantai. Lantai satu sebagai pusat segala aktifitas mahasiswa. Di lantai satu inilah segala kegiatan Organisasi Intra kampus (OMIK), mulai dari MPM (Majlis Permusyawaran Mahasisw), BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa), BEM-F (Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas, dan HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) semua dipusatkan di SC. di sebelah kiri kira-kira 15 kaki dari pintu masuk ada ruang khusus pertemuan. Ruangan ini disebut Ruang Sidang SC.
Di lantai dua terdapat sebuah ruangan yang cuku untuk menampung 2000, mahasiswa. Di sebelah barat terdapat dikor permanen di samping kanan terdapat foto Susilo Bangbang Yudoyono (Presiden RI), fonya gagah perkasa. Bibirnya merah. Terlihat dengan jelas dia tersenyum. Senyum itu seakan menuai harapan bagi penduduk Indonesia.
Dan di samping kiri terlihat foto Yusuf Kalla atau akrap dipangil J.K. sebagai wakil Presiden RI. Penampilannya terlihat sergap, dan pandai bergoyon. Tak jarang ketika menyampaikan pidato membuat audien tertawa.
Dua pasang foto yang menempel itu melukiskan karakter berbeda namun memiliki kesamaan tujuan “memajukan bangsa, meninggalkan keterpurukan menuju bangsa yang berwibawah dan mampu menyejahtrakan seluruh rakyat”. Cita-cita itu disampaikan ketika keduanya masih belum resmi menjadi presiden. Tentu berbeda saat keduanya memegang tampuk kekuasaan. Artinya selogan-selogan itu bukan hanya untuk diopinikan, tapi dibuktikan. Dibalik kesuksesan kepeminpinannya, ada semacam trau matik yang sangat perih dari kebijakan-kebijakan yang diterepkan seperti, kasus BBM yang langsung berdampak pada masyarakat bawah.
Apabila persoalan bangsa ini diumpakan sebuah barang atau rotan dan semacamnya tentu gedung SC yang mempunyai tiga lantai tidak akan muat mewadahinya. Ada banyak ketimpangan dalam relita hidup ini. Pada umumnya masyarakat bawah tidak dapat menolak ketentuan di atasnya. Seperti pemekaian SC pada awalnya SC dirancang sebai tempat pelatihan anak UKM Unior. Akan tetapi karna kebjakan itu kini SC dijadikan tempat berbagai kegiatan, seper seminar, wisuda dll.
Janji awal untuk dijakan tempat pengembangan anak Unior hanya menjadi selogan saja, seperti janji elit politik pada umumnya. Dan segai rakyat yang tidak memiliki kepanjangan tangan yang bisa mempertahankan haknya maka mereka hanya bisa pasrah menerima apa adanya. Melakukan demo percuna hanya akan menimbulkan kesalah pahaman.
Membicarakan trik rekot keduanya tidak akan pernah akan menemukan ujung penyelesaian. Karna pada setiap masing-masing mereka mempunyai alasan, dan pembelaan terhadap apa yang dilakukannya. Kalau persoalan bangsa ini dilukiskan pada dinding-dinding SC tentu akan memunculkan berwarna-warni, seperti warna-warna partai politik yang sangat membingungkan rakyat.
Di sebelah timur disamping jalan S.C terlihat beberapa pekerja proyek sedang sibuk dengan pekerjaannya. Ada lima orang pekerja sedang mendirikan kawat bangunan. Hampir saja kawat itu roboh karna orang yang mendirikan tidak bisa menyeimbangnya. Tapi itu hanya kehawatiran sesaat saja. Kemudian para pekerja berhasil memasukkan kwat itu pada sebual lobang yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Para pekerja itu terlihat begitu bersemangat. Dia melakukan pekerjaannya dengan bangga. Meski terkadang banyak yang menyepelehkan mereka. Karna dianggap pekerjaan tukang, sebuah pekerjaan yang hina. Tidak seperti para pejabat yang setiap saat terlihat rapi. Setiap orang yang melihatnya akan mengaguminya. Bahkan tak jarang orang sering memberikan penghormatan yang lebih pada seorang pejabat.
Padahal kalau kita sadar pekerja keras seperti tukang adalah pekerjaan yang mulia “lebih terhormat”. Tukang tidak pernah korupsi uang negara. Lain halnya seorang pejabat yang sering mengkorupsi uang rakyat.
Jarum jam menunjukkan pukul 01.15 wib. terlihat enam oarng anak (Roli, Naseh, Jusram, Muklasin, Iva, dan andre) sedang duduk dan berbincang-bincang di amperan SC. Keenam anak itu adalah anggota UKM INOVASI. Merka sedang menunggu anggota yang lain yang belum datang.
Tepat di depan pintu masuk dua satpam sedang dudu di sebuah kursi menunggui anak yang akan mengambil kunci UKM. Tepat di atas meja terlihat beberapa keoran, Jawa Pos, Kompas, Radar Malang. Dua gelas berisi kopi ada di samping kiri meja. Kepulan asap rokok menyembur dari hidung dan mulut kedua satpam. Tangannya meraih gelas yang berisi kopi, sesaat kemudian satpam itu menenggaknya. Kemudia kedua satpam itu terhat sedang membincangkan sesuatu. Pandangan matanya tertuju pada sebuah berita yang ada di koran, namun hal itu tidak seberapa lama. Sambil melanjutkan perbincangan yang barusan terhenti keduanya membolak bolik-balik koran yang ada di depannya.
“ Yang lainnya mana kok belum juga datang” ungkap Roli PU UAPM INOVASI. Wajahnya terlihat mengerut. Sorotan matanya meredup. Sesekali dia memperbaiki tas yang sedang dipanggulnya. Ada beban berat yang berkecamuk di batinya, seberat tas yang berisikan Leptop buku dan beberapa materi pelatihan akan disampaikannya nanti.
“gak tau, kesepakatan kemaren kita kumpul sebelum pukul 12.00. dan pukul 13.00. berangkat” ungkap Jusram salah satu dari keeanam yang sedang duduk di amperan SC. “Fitri mana coba di SMS “ suara Roli serasa amat berat. “sudah barusan saya SMS, masih ada di jalan”, suara lembut mengalir dari Iva. Suara itu mengheningkan suasana, sesaat semuanya terdiam.
Iva adalah salah satu wanita yang cekat dan murah senyum. Kekeritisannya tak jarang membuat sesama anggota terkagum-kagum padanya. Bukan hanya itu saja, banyak sisi yang membuat gadis yang belum genap 20 tahun ini dikagumi oleh anggata UKM dan bahkan orang-orang diluar UKMpun akan merasakan hal yang sama bila melihat gadis ini.
Iva memiliki kilit putih. Di sela bola matanya yang buta terdapa bulu mata seperti bunga tanjung, mekar bercaha, Hidungnya mancung. Alisnya terlihat menipis dan rapi, seperti orang yang sering melakukan perawatan ke salon setiap saat. Namun dia bukan tipikal gadis yang sering membuang-buang duit, sekedar melakukan perawatan tubuh demi memper ndah tubuh. Keindahan wajahnya alami. Setiap orang yang memandangnya akan jatuh tersipu. Semua anggota mengakui akan kesempurnaan yang melekat pada diri Iva.
Keindahan wajahnya dan sikapnya yang ramah pada setiap orang sering disalah artikan. Andre asalah satu dari sekian lelaki yang memiliki kedekatan pada Iva. Andre memang menaruh perhatian yang lebih pada Iva. Dan kedua mahuk yang berlainan jenis ini terlihat akrap. Setiap kali bertemu di UKM keduanya menghindar dari keramaiyan, sekedar ngobrol-ngobrol atau saling curhat satu sama lain.
Andre memang telah jauh melampui perasaan dan arti kedekanya pada Iva. Disetiap kesempatan Andre sering curhat pada jusram teman satu kosnya, bahwa dia benar-benar jatuh cinta pada gadis itu. Tak jarang di UKMpun sering bertukar pikiran dengan teman-teman satu UKM, mengenai apa yang dirasakannya.
Andre adalah seoarang laki-laki yang lugu, dan karna keluguannya dia terkadang terlihat culun. Dia benar-benar telah buta karna cinta. Akan tetapi dia bukan laki-laki yang beruntung yang setiap saat bisa meraih setiap apa yang dia impikan. Cintanya bertepuk sebelah tangan.
Waktu menunjukkan 13.15. wib. Tapi anggota yang sedari tadi ditunggu-tunggu belum juga menampakkan batang hidungnya. Perbincangan yang terhenti oleh suara Iva kembali berlanjut. “siapa yang tau tempatnya” Roli menanyakan pada keenam anak yang sedang duduk-duduk. “gak ada yang tau mas, saya kemarin berencana lihat-lihat tempatnya sama Fausia tapi dia dak bisa, tapi katanya ada temannya yang akan yang jadi petunjuk jalan” tegas Andre.
Kemudian Roli menghubungi Fausia lewat henpon. “Ayo ndeuk sudah ditungguin sedari tadi”. Selang beberapa saat kemudian fausia terlihat mengayuh sepeda Meni berwarna biru, menuju depan SC. setelah sampai di depan SC dia memarkir sepedanya tepat di sebelah angkot di samping teras SC. “kamu masukkan saja sepedamu ke UKM” ungkap naseh sembari goyon.
Kemudian beberapa anggota menyusul datang, seperti Fitri dan Maria Ulfa. “sori mas takkira berangkat pukul 14.00.wib. “lo kata sipa berangkat pulul dua”, sambung PU. Memang sesuai kesepakatan anak-anak harus kumpul sebelum jam 13.00. sesuai kesepakatan pada hari jum’at. tapi karna Fitri dan Maria Ulfa tidak ikut waktu rapat terakhir hari itu jadi mereka tidak tau.
“benar mas saya minta maaf, tadi saya ketiduran tak pikir berangkat pukul 14.00. juga” ulfa dengan suara khas yang genet dan tak jarang sikapnya yang blak-blakan menjadikan suasana meriah dan menjadi penyemangat bagi anggota yang sedang capek atau sekedar sumpek oleh beban reportase. Tapi tak jarang juga karna sikapnya yang cuap-cuapan membuat angga yang lain terganggu. Namun karna sudah menjadi karakter maka semua anggota memakluminya.
“Udah kumpul semua” tanya Roli
“ya sudah mas” semua yang hadir serempak menjawap.
“Ayo masuk mobil” Roli memerintahkan pada semuanya untuk masuk mobil.
“tapi tunggu dulu mas” sele fau sia, kemudian dia mengajak andre untuk menghidupkan kendaraan “motornya” sebentar kemudian dia sudah ada di belakang andr, kedaraan melacu dengan cepat.
Andri adalah pengemudi sepeda motor yang lihai, sesekali dia terhat mering membuat orang yang melihatnya khawatur sebentar tegak melewati jalanan yang berliku di sekitra kampus. Setelah beberapa detik sudah tidak kelihatan.
“ Emang ada apa lagi” tanya roli.
“ Menjemput teman yang akan menjadi petunjuk jalan” ungkap naseh coor dinator pelatihan filsafat. Tidak seberapa lama kemudian dia andri muncul diirinng seorang laki-laki yang mengendarai motor Yamaha jupiter.
“ Ayo cepat masuk mobil !!, siapa saja yang ikut motor.
“ Cuma berempat mahmudi dengan pray. Junika dengan andre” senggah Iva dari dalam mobil.
Tepat 13.35.wib angkot TSG melaju meninggalkan SC. para pengendara bermotor menjadi petunjuk kalan. Selang sesaat kemudian Uin telah dinggalkan. Pengendara motor tak jarang sering berhenti karna menunggu laju angkot pelan. Perjalan ditempuh sekitar 10-20 menit.
Pukul 13.40. peserta tiba di perumahan Cemara Tdar sakti. Lingkungan perumahan itu terlihat tertata rapi. Di sebelah utara jalan sekitar 20 m terdapat sebuah kolam. Ditengah kolam terdapat sepasang patung laki-laki dan perempuan yang berdiri sebelah tangannya saling melipat ditubuhnya masing-masing dan yang sebelah memegang sebuah bunga dan tunggu. Bunga dipengan oleh perempuan dan sebuah tungku dipegang oleh laki-lakinya. Di sekitarnya dikelilingi beberapa burung sebangsa Itik. Air kolam itu terlihat membiru dan terdapat banyak jamur. Tinggi kolam penampungan itu sekitar di atas pusar. Ukuran tepi tidak begitu lebar tapi untuk diduduki agak nyaman. Namun harus hati-hati karna kalau tidak maka baju akan basah karna mesuk kolam.
Ternyata tempat pelatihan tidak jauh dari pusat taman itu. Hanya sekitar 2/3 menit ditempuh dengan nauk mobil. Dan sekitar 5 menit kalau jalan kaki. 13.43. semua anggota tiba disalah satu kontrakan yang akan menjadi tempat pelatihan. Rumah itu menghadap selatan. ukurannya tidak besar dan terlihat kecil. Di samping kanan terlihat beberapa tanaman hias, dan beberapa tanaman toga. Pasa didekat tanaman itu terdapat Pet air. kemudian satu persatu anak-anak turun dari angkot. Sebagian menurunkan bawaan seperti kelengkapan, papan tulis, beserta alat tulisnya, dan beberapa camilan.
“ lo ini tempatnya, kok kecil yaaa?” ungkap junuka.
“ lo ada orangnya” tiba-tiba Ulfa mengendap-gendap masuk kedalam.
“ ya terus masuk” tuan rumah menyilahkan semua anggota masuk.
Empat anak yang mengeendarai motor tiba lebih awal, selisih 2 menit. Saat yang lain baru turun dari angkot keempat anak itu telah ada di serambi belakang rumah. Ada beberapa pelaralatan seperti piring dan alat memasak serta dua kompor. Disudut ada pet air. Ada sebuah pembatas setinggi lutut. Di atasnya terdapat sebuah rafiah tempat menjemur pakaian. Pada saat itu terdapat sebuah cucian yang masih menumpuk belum dijemur.
Setelah semua ada dalam satu ruangan mereka menaruh tasnya di lantas. “masukkan kedalam” suara pemilik rumah terdengan dari sebuah kamar sebelah kanan. Dia sedang mengotak atik komputer. Kulitnya hitam manis. Hudungnya mancung seperti orang turis dari AS. Rambutnya ikal. Dia memakai kopya. Kumisnya yang tipis menambah manis ketika tersenyum. Jenggotnya tebal tapi tertata rapi sehingga tidak terkesan seperti orag jenggot umumnya, yang sering acak-acakan.
“ Lo gimana kabar kamu ?” roli seraya berjatan tangan. Dia baru saja bertemu dengan teman lamanya.
“ gmana karmu rol” tanya mepilik rumah itu.
“ ya masih sepertu ini, tidak seperti kamu yang sekarang sudah penya kesibukan” tegas roli serambi menurunkan tas dari pundaknya. Kemudian dia duduk di depan komputer berdampinagan dengan pemilik rumah. Ternyata mereka adalah teman lama. Selang beberapa saat terdi obrolan yang serius. Tapi itu hanya sebentar. Karna setelah itu acara pelatihan segera dimulai.
Tepat 13.45. acara dibuka oleh roli. Dia berperan sebagai pengampu sekaligus PU INOVASI. Awal pembukan roli menyempaikan ucapan terimakasi kepeada pemilik rumah “saya mengucapkan banyak terimah kasih karna tuan rumah telah memberikan ruangan runah ini ditempati kita”
“ya sama-sama” ungkap pemilik rumah itu, dia tete[p tidak keluar dari kamarnya sedang asyik dengan komputernya.
“anak-anak nangkeni tiap minggu” sela roli sambil tertawa kecil.
selang beberapa saat terdengar bunyi kendaraan motor Fis. Motor itu berhenti tepat di depan rumah langsung masuk kepekarangan. Terlihat seorang laki-laki berjalan sedikit agak pincang.
“permisi” laki-laki itu melewati anak-amak yang sedang duduk mengikuti peltihan. Pelatihan masih belum berjalan lama. Laki-laki itu sudah datang. Kemudian dia masuk kamar di seblah krir. Terlihat sedang mengambil sesuatu. Setelah itu dia kelau dan masuk ke kamar sebelah kanan. Sekitra 3 menit dia ada di dalam. Kemudian pemilik dan yang baru adtang pamut menunggalkan rumah.
“ tak tinggal dulu semua, ayuuu Rol”pemilik rumah pamit sembari meninggalkan para peserta yang sedang diasah dengan kajian-kajian filsafat.
“ ya ya” sahutt semua pserta yang ada di tempat itu begitu pula dengan Roli.
“ thuli onthur (cepet pergi)” fausia dengan lughat Madura menegaskan pada pemilik rumah untuk segera meninggalkan rumah.
Pemilik rumah terlihat sangat akrab dengan fausia. Dia adalah temannya. Saat fau sia mengucapkan lughat Madura para peserta hanya terdiam terlong-longok (tidak mengerti) terhadap apa yang dia ucapkan. Fausia bukan anak maduara tapi dia fasih berbahasa maduara. Dia berasala dari probolinggo. sebagai penanggung jawab dari terlaksananya pelatihan filsafat jurnalis, dia yang bertanggung untuk menyewa tempat.
Fausia tidak hanya sendiri. Dia ditemani Naseh dalam mempersiapkan semua kebutuhan, seperti perlengkapan samapai pada tempat pelatihan. Fausia adalah seorang wanita yang mudah bergaul. Murah senyum. tatapan matanya yang tanjam merupakan kelebihan yang jarang dimliki orang. Kulitnya kuning langsat. Badannya semempai tidak terlalu tinggi dan tidak pendek.
Naseh sebagai patnernya terlihat akrab, keakrabannya tak jarang membuat ngiri setiap yang melihatnya. Tapi untuk menilai keakrabannya terlalu jauh harus berfikir ulang, fausia orang yang memang sangat kompleks. Dia seslau akrab dengan semua temannya, termasuk dengan semua crew UKM INOVASI.
Setelah pemilik rumah keluar dari dalam kamar di sebelah kanan, dia berjalan dengan gontai dengan mekai celana berkopya kain. Selang kemudian, terdengar bunyi kendaraan motor.
“ Dreeen dreen dreeeeeeeeeen….??” Gas Sepeda dimainkan sesaat. Setelah itu bunnyi kendaraan itu tak terdengan lagi, orang pemilik rumah meninggalkan kami semua. Tinggallah di rumah itu pembimbing “Roli” dan semua crew INOVASI yang sedang melangsungkan pelatihan.
Babak pertama diselangai dengan pertanyaan-pertanyaan dari PU INOVASi. Pertanyaan itu sekitar pada permaslahan yang dihadapi oleh anggota. Namun untuk beberapa saat tidak ada satupun yang mengajukan pertanyaan. Semua hanya terlihat merunduk, seperti mencari cela untuk keluar dari permintaan yang menyudutkannya.
“ ayo sekarang temen-temen bertanya, atau curhat saja apa yang membut temen-temen sampai sekarang bingung” Roli kembali memecahkan keadan yang terasa sunyi waktu itu. Tetap saja tak ada yang bertanya. Semua anggota hanya salaing melemparkan pandangan dari satu teman pada teman yang lain. Waktu itu benar terasa hening sesekali hanya senyum malu-malu dari anggota cewek.
“ mas saya malu, karna sampai saat ini saya masih beleu bisa ?” fitri dengan sura yang sumbang seperti dicekam ketakutan.
“ kenapa harus malu ?” kemudia Roli melanjutkan perkataannya.
“ ini adalah kesempatan pada kalian untuk mengasah kemampuan yang telah kalian dapatkan. Pelatihan yang sudah kalian dapatkan mulai jurnalis dasar sampai pada pelatihan jurnalisme sastari itu lebih dari cukup. Kalian bisa Cuma saja kalian malas. Kan sudah saya bilang beberapa kali jangan malas, berusahalah untuk mencoba. Saya dulu juga seperti kalian tidak bisa apa-apa. Dan sekarang saya juga terus belajar, jadi yang pertama yang harus kalian tanamkan jangan malas selalaulah mencoba”. Kata-kata bijak Roli menghangatkan suasana yang sedari tadi bungkam.
“ tapi kenyataan kita belum bisa” ulfa dengan suara genitnya memancing semua untuk tertawa.
“ yaaa mas gimana saya bingung” sambung ulfa disela tawa anak-anak yang melihat kelucuan yang ada pada dirinya.
Maria Ulfa merupakan salah satu anggota perempuan yang memilki ciri khas “lucu” setiap dia berbica sesalu mengundang orang untuk tawa teman-teman. Orangnya polos. Badannya agak pendek dan melebar kesamping, padat berisi tapi tidak gemuk. kalu dilihat dari jauh terlihat padat dengan ukuran badan sekitar 150 cm. kulitnya hitam manis. Muka bulat dengan hidung pada umumnya tidak mancung jaga tidak pesek. Sikapnya blak-blakan. Banyak yang sayang pada dia. Dia tidak hanya mampu membuat teman-temannya tertawa disaat lagi sumpek. Dia juga memeliki potensi yang jarang orang bisa, dia pandai melukis dan membuat karikatur. Tak banyak banyak yang tahu dari kelebihan yang dia miliki, yang diketehui oleh temen-temennya Ulfa hanya seorang yang bisa melucu dan membuat teman-temannya tertawa.
Di sela-sela anak tertawa melihat ekspresi Ulfa seorang peserta laki-laki mengangkat badannya lalu melontarkan komentar.
“ mas kan sekarang kita akan belajar filsafat, giman kalau langsung mas menjabarkannya pada kita” ujar Muklasin dengan suara berapi-apai. Lalu dia merunduk mengambil sebuah buku cata-tannya yang ada di depannya,
“ ya kalian akan ajari filsafat kejurnalistikan” jawab Roli
“ ya ada yang masih dipertanyakan atau kita langsung mulai masuk materi” Roli menawarkan pada peserta untuk bertanya sembari berdiri, dia terlihat dia agak sempoyongan mengangkat badannya. Kemudian dia merai satu alat tulis yang baru saja diisi ulang oleh fitri.
“ Kalau duduk saya kaku” ungkap Roli berdiri sebentar meluruskan badannya sembari menggeliat.
“ suara saya kesendatsendat karna batuk” kemudian dia merungkuk sambil tangannya memegangi kedua lutut terlihat alat tulis seperti mendoakan rasa ngelu karna kurag istirahat.
Kemudian dia duduk lagi, memperbaiki papan di samping kirinya. Dia menggeser-geser papan tulis disampingnya sambil disandarkan pada dinding rumah. Kemudian dia melongok ke atas. Tepat 2 m di atas papan ada satu paku yang tertancap di dinding. Kemudia roli kembali berdiri sampi menggangkat papan yang sedari awal diletakkan di lantau. Setelah itu dia memasang papan itu pada satu paku itu. Ya hanya ada satu paku yang tertancap di didinding. Melihat roli yang memperbaiki papan, dari arah belakang seorang laki-laki maju ke depan. Sosok laki-laki memiliki tubuh jangkung. Memakai baju lengan panjang. Rambutnya gondrong. Kulitnya agak kehitaman tapi terlihat manis. Kalau bicara selalu dengan intonasi yang tinggi dan keras. Laki-laki itu bernama Sahmawi atau kerab dipanggil Awing oleh teman-temannya.
Awing merupakan peserta sekaligus anggota INOVASI. Orangnya cerdas. Kalau berbicara atau berdiskusi selalu berapi-api dan keras. Mungkin pengaruh geoggrafis. Bisa juga pengaruh dari lingkungan keluarga. Kedua kemungkinan itulah yang membuat dia memili karakter yang terlhat keras.
Madura awing berasal dari madura tepatnya sumenep daerah paling ujung timur. Dia tinggal di salah satu paulau yang ada di pulau madura, pulau itu bernama Masa lembu. Memang madura memiliki banyak pulah terdapat sekitar 127. dan yang terhuni sekitar 17 pulau.
Sumenep memiliki banyak potensi sumber daya alam. Sumenep juga terkenal dengan kawasan pesantren. Terdapat banyak pesantren di sumenep. Mulai dari pesantern formal (modren) sampai pada pesantren salaf. Pertumbuhan psantren sangat pesat di kawasan ini. Penduduknya rata-rata alumni pesantren baik itu dari pesantren formal atau sekedar pesantren salaf.
Awing kemudian meraih salah satu paku yang tertancap di sebuah sisi kanan kusin pintu belakang rumah itu.
“ ini lomas paku” dia mencabut paku itu dari sisi kusen itu. Kebetulan paku itu tidak tertancap keras hingga mudah dicabut. Kemudian dia menjulurkan tangannya sembari memberikan paku pada Roli yang berdiri di samping kanannya.
“ Gak usa, biar gini saja agar dingdingnya dak rusak” Roli tidak mengabil paku yang sudah diambil oleh awing. Dia hanya memperbaiki letak papan itu pada susdut diding. Kebetulan paku yang sudah ada di dinding itu jaraknya pas, antara sudut dinding dengan panjang papan. Memang papan itu berukuran kecil sekitar setengah meter. Setelah papan dipasng pas sekali dengan jarak paku yang tertancap di dinding itu. Jadi papan itu disatu sudut menggantung pada paku dan pada sisi sudut yang lain disanggah oleh sudut dinding. Kalau dilihat posisi papan itu tidak lurus, agak miring kalau dilihat dari arah selatan di mana anak-anak sedang duduk meng hadap papan itu. Ya papan itu miring ke kiri. Tapi tidak terlalu mengganggu terhadap apa yang akan disampai oleh penyaji. Wajar kalau miring karna hanya disanggah oleh sudut dinding rumah.
Setelah papan itu bergantung pada satu paku dan disanggah oleh sudut dinding Roli melanjutkan penyampaiyan materinya yang sempat terhenti. Kini dia agak bersemangat menyampaikan materi dengan berdiri, tidak seperti awal acara dibuka dia harus duduk bersila seperti ustat yang hendak mengaji kitab kuning pada. Tapi meskipun dia menyampaikan materi dengan berdiri sesuai yang ia kehendaki dan berusaha sesemangat mungkin, dia tidak bisa menutupi raut wajahnya. Wajahnya terlihat kusup seperti ada beban berat yang tengah ia pikul.
“ maaf kalau keadaan saya seperti ini, semingggu ini saya jarang tidur” dengan pandangan yang sembab Roli menatap para peserta. Senua peserta hanya bisa merundung. Mereka tidak bisa membalas tatapan orang yang ada di depannya yang memil;iki magnet. Di mana setiap saat bisa menelanjangai kesalahan mereka. Rasa bersalah menyelimuti semua anggota INOVASI karna mereka masih belum bisa menulis,-menulis dengan narasi sastrawi”. Tapi dia sebagai PU tetap berusaha untuk menutupi kepayahan yang ia rasakan, sebagi rasa tanggung jawab.
Walau dengan wajah sayu ia tetap menyampaikan materi. Dengan menyandarkan badannya pada dinding kemudian mengupas metode kejurnalistikan dari sudut pandang filsafat. Seperti tujuan awal dari pelatihan “mengupas jurnalis dari sisi filsafat” maka ia mengupas bagai mana sejarah dan lahirnya ilmu filsafat.
Sebelum jau membahas tentang filsafat ia memaparkan terlebih dulu sejarah lahirnya jurnalisme.
“ kita mulai dari lahirnya jurnalisme positifistik, seperti yang telah kalian dapat pada pelatihan PJTD (pelatihan jurnalistik tingkat dasar)”. Roli menganggkat tangan kanannya yang memegang alat tulis, tangan kirinya bertolang pinggang menyioratkan bahwa dia bisa mengatasi keadaannya yang terlihat lusuh, kemudian ia menulis. Menurutnya sebenarnya dalam pelatihan PJTD telah banyak disinggung bagai mana logika berfikir dan sejau mana nalar kalian melihat feomena baik dari sosia maupun aplikasi media memposisikan obyek yang diekposnya.
“ gimana masih ingat” kembali Roli merefleksikan pada pelatihan PJTD pada tahun 2007 di Fila Songgoriti.
PJTD di Songgoriti
Songgoriti adalah sebuah daerah yang terdapat di malang. daerah ini merupakan kawasan wisata. Songgoriti terletak dikaki gunung. Setiap saat pengunjung datang silih berganti. Pengunjung ramai pada akhir pekan saat libura. Selain menyediakan fila penginapan di sanan juga terdapat sebuah hotel. Di tempat masuk sebelah kanan jalan pintu masuk hotel terdapat sebuah bangunan candi. Didekat candi itu terdapat air panas konon katanya bisa menyembuhkan berbagai penyakit, seperti gatal-gatal dll.
Setiap pengunjung bisa menikmati nuansa alam yang masih sjuk. Meski kalan raya sudah masuk, jarang terlihat lalu lalang mobil, terkecuali angkot. Tidak seperti di perkotaan yang setiap saat dipadati lalu lalang kendaraan seperti motor dan mobil lainnya.
Di tempat ini setiap pengunjung betul-betul bisa meresakan nuansa yang berbeda. Pemandangan pohon yang hujau. Ditiap sisi jalan di depan pemandian di songgoriti pengunjung bisa menik mati bernekaragam buga yang memang dijajahkan pada setiap pengunjung.
Tapi bagi yang takut anjing di sekitar penjual bunga di pinggir jalan anjing berkeliaran. Tapi hewan itu tidak pernah usil. Hewan-hewan itu seper biasa bersahabat dengan para penjual bunga di sana.
Di sinilah pertama kali anggota diberikan Pelatihan Jurnalistik Tunggkat Dasar (PJTD) pada tanggal 7-12 Septem 2007.
Pada saat itulah awal pertama pandangan teman-teman betul diuji termasuk aku. Aku baru pertama mendapat bentuk pelatihan semacam itu. Pertama sebelum masuk pada teori jurnalistik pada waktu itu teman-teman di brain storming dengan kata lain “pencucian otak”. Ya pada waktu itu pandangan teman-teman termasuk aku betul-betul dikosongkan. Semua yang kita lihat selama ini, yang dianggap benar menjadi salah. Pada waktu itu seakan-akan semuanya digiring pada paham Atheis. Penyaji tidak percaya terhadap kebenaran yang disuguhkan oleh manusia. Semua dianggap sebagai pengekangan semua dianggap penindasan. Karna sikap penyaju pada waktu itu menyalahkan semua argumen dari peserta kemudian salah satu peserta mengajukan pertanyaan.
“ Mas anda percaya dak dengan adanya Tuhan” Wahed salah satu peserta pelatihan PJTD dengan suara lantang mengintrogasi balik terhadap penyaji yang sedang duduk di atas sebuah kursi putih. Dia tidak langsung menjawab pertanyaan peserta. Dia hanya tersenyum seperti menepis pertanyaan seperti yang ditanyakan oleh peseta lain. Penyaji itu bernama Yudi. Dia hanya mengubah posisi duduknya. Sebelumnya dia menghadap ke utara. Peserta waktu itu duduk lesehan mereka membentuk melingkar L. Peserta pada waktu itu lumayan banyak sekitar 22 orang.
Kemudian penyaji itu merubah arah duduknya. Kakinya kanannya diangkat diletakkan di atas lutut kirinya. Dia memiliki penampilan yang menarik. Rambutnya ikal agak gondrong. Kulitnya sawo mateng. Hidungnya mancung. Waktu itu dia memakai jeket bercorak sawu di samping kiri dadanya tertulis “Unit Aktivitas Peres Mahasiswa (UAPM) dan di bawahnya tertulis dengan huruf yang lebih kecil “memihak nurani”.
Setelah itu dia baru menjawab pertanyaan dari peserta.
“ masih ada yang dipertanyakan” penyaji itu menyilahkan bagi para peserta untuk mengajukan pertanyaan. Kemudian dia mengambil di samping kirinya yang hampir mati. Kemudian dia menhisap rokok yang hampir matu itu, sesaat kalau dilihat cara menghisapnys seperti dipaksakan. Tak ada asap yang keluar, tapi dia tetap memaksa menghisapnya. Setelah berulang kali tapi tetap juga tidak mengeluarkan asap. Rokok itu sudah mati karna terlalu lama di taruh dibawah. Setlah sadar rokoknya mati kemudian dia berdiri beranjak dari kursi yang diduduki sejak tadi. Tangannya kanannya mereba saku celana mencari korek api. Tangan kirinya menepuk saku baju sampai saku celananya. Rokok yang mati itu masih menepil dibibirnya, seperti sepasang kekasih yang dimabuk kasmaran. Berapa saat kemudian dia berhasil menemukan korek yang dicarinya di dalam saku celana belakang di samping kiri. Rokok itu kembali dibakar setelah sejenak merasakan ketengan ditinggal pemiliknya. Rokok itu hanya pasra dilumat oleh bibir yang engan melepasnya. Penyaji itu sejenak menik mati setiap hisapannya. Asap mengepul keluar dari hidung dan mulutnya. Dia tengadah tatapan mata tidak lagi tertuju pada peserta yang duduk di depanya. Dia sedang matap kaosong pada langit-langit fila. Dia seperti memutar otak sambil memain-mainkan hembusan rokokkya.
“ Udah gak ada yang ditanyakan lagi” dia kembali manatap pada semua peserta di depannya.
“ Oke saya jawab pertanyaan saydara, siapa tadi yang bertanya?” dia mencari-cari peserta yang penanya tadi.
“ Saya “ wahed bersuara sambil mengacungkan tangan.
“ Nama kamu siapa” penyaji itu mengernyutkan muka sambil tersenyum.
“ Wahed” wahed menyebutkan namanya.
“ Saya percaya Tuhan itu ada” dia menjawab dengan simpel.
“ Terus kenapa anda tidak percaya dengan kebenaran” wahed terus mendesak. Dia tidak puas dengan jawaban yang diberikan.
“ Kamu sendiri tau apa kebenaran itu? “ penyaji itu balik bertanya.
“ Apa kalian mengerti, apa kalian pahan apa yang dimaksuk kebenaran” suaranya mengeras raut muka, seperti mengabaikan kondisi peserta yang kebingungan. Semua peserta hanya terdiam. Mereka salaing menatap. Mempertanyakan tentang konsep kebenaran yang selama ini pahami.
“ Kenapa terdiam” penyaji itu menatap semua peserta yang tengah kebingungan.
“ Kalian tidak pernah tau apa itu kebenaran, kalian hanya mengamini presepsi umum tentang kebenaran, padahal kalian tidak pernah menemukan sendiri hakekat kebenaran”. Penyaji itu membuka cakrawala fikir para peserta.
“ Apa selama ini kita salah mengamini tentang kebenaran dari orang” Iva menanyakan tentang keyakinan terhadap kebenaran yang selama ini ia pahami. Matanya terlihat berkaca-kaca, mukanya memirah.
“ Kalian punya fikiran untuk mengukur semua itu” penyaji itu tidak memberikan sebuah spisifikasi yang kongkrit. Dia hanya memberkan pandangan yang bersifat umum. Tentu saja peserta semakin bingung.
Kemudian pada sesi akhir brain storming penyaji (Yudi) memberikan sebuah pandangan yang juga membuat peserta pusing tujuh keliling. Dia memaparkan bahwa semua realita yang dihadapi ini bukan untuk diamini begitu saja. Jangan pernah menerima sebuah kebenaran dari seseorang sebelum kalian menemukannya sendiri. Jangan setuju pada sebuah kesepakan umun tentang apapun, karna semua itu belum tentu benar.
Kalian adalah kader jurnalis. Ditangan kalianlah opini pablik ditentukan. Jangan sesekali percaya pada satu sumber dalam menerima apapun terlebih dalam melakuakan liputan. Verifikasi semua data yang telah diperoleh.
Inti dari penyampaian dari penyaji adalah untuk membuka wacana fikir. Mengasah nalar, sejauh mana dia mampu merefleksikan sebuah kondisi sosial yang semakin rentan dan dimonopoli oleh penguasa.
Pukul 09.15 wib. acara pertama usai. Kemudian pada acara selanjutnya membahsa kejurnalistikan. Semua konsep dan cara mengalis sebuah informasi diajarkan kepada anggota INOVASI angkatan 2007/2008.
Di songgoriti Pada Pelatihan Gebyar Jurlisme Sastrawi se-Indonesia.
Pada tanggal 4 – 15 Desember 2007, Ukm (UAPM Inovasi) mengadakan acaran besarbesaran, Gebyar Jurlisme Sastrawi se-Indonesia yang ditempatkan di songgoriti.
Terselenggaranya acara Gebyar Jurlisme Sastrawi se-Indonesia bekerjasama dengan lembaga YAYASAN PANTAU Jakarta. Pantau mereupakan sebuah lembaga Pers & sekaligus bergerak sebagi kontrol terhadap perkembangan Pers yang cendrung mengutakan laba - dalam istila perfileman disebt reting. Pantau hadir sebagai penjaga dan berusaha mengembalikan makna dan tujuan pers sabagi wadah temapat tersalurkannya aspirasi yang tidak tersentuh oleh penguasa.
Liputannya pun pamjang-panjang. Enak dibaca. Sebagai kontrol pers pantau juga menganalis bagaiaman sebuah lembaga pers melihat sebuah fenomena yang di inklud dalam dunia jurnali “pemberitaan”. Pada sebuah edisi 10 2001, PANTAU meliris bagaimana sebuah media memberitakan konflik yang terjadi di kubu banser “NU” sebagai pendukung Gusdur. Pada edisi ini pantau melihat bagaiman Kompas memberitakan isu yang menjadi sorotan seluruh komponen bangsa (baca pantua edisi 10 2001).
UAMP INOVASI sebagai media aspirasi mahasiswa melukan kerjasam Lembaga PANTAU, tidak lain untuk melahirkan jurnalis yang betul-betul mengetahui dan memiliki tanggungjawab moral sehingga dalam pemberitaannya tidak merugikan masyarakat pembacanya.
Sebagai wadah aspirasi mahasiswa INOVASI dengan jargon memihak nurani memili andil penting untuk melihat realita yang ada di kampus dan indonesia pada umumnya. Bagaimana peristiwa “realita” dikemas dalam pemberitaan. Santai dan enak dibaca oleh penikmat-nya.
Kerjasama dengan PANTAU merupakan langkah awal bagi INOVASI untuk mereduksi keilmuan “kejurnalistikan” yang diterapkan oleh PANTAU.
Ketentuan pania mengenai peserta :
peserta dibatasi 20 orang.
Menyetor tulisan naratif diskiptif minimal 4 ditulis New Roman dengan satu setengah sepasi.
Bersdia mengikuti seleksi.
Tulisan harus diterima seminggu sebelum hari H.
Tulisan bisa diantar langsung ke redaksi UAPM INOVASI atau melalui alamat email sesuai di proposal undangan
Semua ketentuan-ketentuan tidak dapat diganggugat.
Pemberangkatan Peserta, Dalam Bingkai Uin.
Pagi itu mendung tipis berkebat melintas di atas gedung megah UIN Malng. Sinar matahari hanya bisa dirasakan dari celah pohan rindang di depan Rektor Uin yang masih dalam tahap penyelesaiyan pada waktu itu. Terlihat beberapa tukang tengah melakukan pembersihan kaca di sebelah selatan berkisar di lantai tiga.
Uin memang wah “megeh”. Bangunan yang awal-nya seperti SD kini berubah drastis menjadi gedung-gedung pencakar langit. Semua orang pangling melihat beruhan infastruktur Uin.
Memang Uin dalam sejarah perjalanannya banyak melakuakn gebrakan yang mencengangkan, mulau dari pergantian nama, IAIN, STAIN, UIS, dan menjadi UIN sekarang-Infrastrukturnya. Kalau kita cermati dari setiap perubahannya, memiliki banyak cerita tersendiri. Tapi aku tidak akan ceritakan hal ini.
Perubahan Uin secra umum tidak lepas dari peran top ledernya Imam Suprayogo selaku Rektor. Tangan dingin dia menjadi kepanjangan pada tiap pundi serta persendian pencakar langit Uin malang.
Pada satu sisi mahasiswa bangga dengan apa yang dicapai Uin. disisi lain mahasiswa kecewa terhadap realita yang mereka rasakan. Mereka hanya bisa melihat gedung-gedung pencakar lagit. Bangunan itu bukan untuk perkuliahan. Tapi untuk perkantoran.
Mahasiswa sendiri tidak dapat berbuat apa melihat realita

Minggu, 21 September 2008

MEDIA UIN I-BLOGGER.IMUT: KEMANA KAMI HARUS MENGADU

MEDIA UIN I-BLOGGER.IMUT: KEMANA KAMI HARUS MENGADU

MEDIA UIN I-BLOGGER.IMUT: ALOKASI DANA PRAKTIKUM DARI MAHASISWA UNTUK SIAPA !!!!!!!!

MEDIA UIN I-BLOGGER.IMUT: ALOKASI DANA PRAKTIKUM DARI MAHASISWA UNTUK SIAPA !!!!!!!!

MEDIA UIN I-BLOGGER.IMUT: KOMENTAR “ANALIS” TERHADAP BUKU

MEDIA UIN I-BLOGGER.IMUT: KOMENTAR “ANALIS” TERHADAP BUKU

KEMANA KAMI HARUS MENGADU

Oleh: Mahmudi
Olah : Paramaan-gpr@yahoo.co.id
Dalam sejarah pengenalan terhadap lembaga mulai tingkat SMP-PT (Perguruan Tingggi) selalu diwarnai perlakuan tidak menyenangkan dari senior kepada Unior. Berubahnya OSPEK (Orentasi Pengenalan Kampus) menjadi OPAK seperti yang diamanatkan UUD Derjen Mentri Agama RRI Nomor : Dj.I/255/2007 mengamanatkan bahwa kegiatan opak lebih mengarah pada Akademik. Numun perubahan itu tidak hanya berupa bentuk dan tulisannya saja kenyataan di lapangan sama saja.
Kegiatan OPAK (Orentasi Pengenalan Akademik) merupakan upaya pengenalan lebih dekat mengenai sistem dan tredisi dalam kegiatan kampus “akademik” kepada MABA (Mahasiswa/i Baru), maka selayaknyalah di dalam kegiatan OPAK untuk mengedepankan sistem kedisiplinan yang tinggi kepada mahasiswa baru khususnya.
Akan tetapi realitas yang ada di lapangan kegiatan OPAK sering mengarah pada perlakuan fisik berupa kekerasan. Jelas dalam kegiatan OPAK sendiri telah diatur dengan jelas bahkan dilindungi oleh UUD sendiri. Dalam surat keputusan Derjen Mentri Agama telah dijelaskan bahwa kegiatan OPAK adalah suatu kegiatan yang mengutamakan pada pengenalan akademik. Jadi ketika terjadi perlakuan fisik hal itu telah keluar dari apa yang diamanatkan oleh UUD tersebut.
Dalam kegiatan OPAK ada tim yang memiliki peran yang sangat urgen seperti tim Pendamping, DISMA (Displin Mahasiswa/i) Advokasi, Pengugasan, itulah tim yang paling memiliki peran penting di lapangan dan memiliki kedekatan terhadap mahasiswa. Namun yang paling menonjol dan ditakuti oleh mahasiswa adalah Tim DISMA, dimana tim ini merupakan penegak disiplin/ untuk mendisiplinkan mahasiswa. Namun yang menjadikan mahasiswa takut adalah sikap disma yang sering kali ofer ekting, bahkan tak jarang terjadi perlakuan yang tidak mengenakan, seperti pemukulan, hal inilah yang amat disayangkan. Padalah secara akademik kekerasan fisik bukan bagian dari tujuan Opak itu sendiri.
Lantas kenapa kekerasan di lapangan sering terjadi ? hal ini tidak lepas dari lemahnya pemahaman dari tim itu sendiri/mereka kurang bisa memahami tema atau amanah dari OPAK kali ini. Atau mereka tidak memiliki gagasan lain selain kekerasan, hal ini amat naif. Semestinya ada cara yang lebih relefan mengenai sangsi tentunya harus disesuaikan dengan pelanggaran itu sendiri. Mahasiswa baru dalam hal ini bukan objek yang harus menjadi sasaran kemarahan dari DISMA.
Mahasiswa/i baru juga dituntut aktif untuk selalu bertanya dan mengetahui bahkan paham terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Jika memang dia merasa diperlakukann tidak adil maka mereka harus membela diri, dalam hal ini mahasiswa memilik saebuah pengayom atau disebut dengan Tim Advokasi. Tim Advokasi ini adalah sebuah tim dimana bertangungjawab dan membela hak-hak mahasiwa dan harus membela kepentingan mahasiswa/i itu sendiri. Namun banyak mahasiswa yang tidak tau terhahadap tim Advokasi, sehingga mereka cenderung pasrah dan menerima setiap perlakuan Disma.
Perlawanan yang dilakukan oleh maba Rabu 27/08, saat apel pagi merupakan bentuk kongkrit kurang pahamnya MABA terhadap peraturan dan tata cara bagimana seharusnya mereka menyalurkan keluhan dan unek-uneknya terhadap panitia.
Saat ada Mahasiswa Baru curhat pada tim disma suatu hal yang lucu. Disini letak ketimpangan, dan dis fungsi jobdiscreption. Anehnya dari tim advokasi kurang memberikan arahan kepada mahasiswa bagaimana seharusnya dan pada siapa mereka mengadu sehingga lagi-lagi MABA yang dirugikan.
Singkatan2 yang perlu diingat peserta.
OPAK : Orientasi Pengenalan Akademik tok.
OPAK : Orientasi Perpeloncoan Anak Kampus.
OPAK : Orientasi Pengkaderan Aktifis Kampungan
OPAK : Orang Pemberani Akan Kena Musibah
OPAK : Orang Penakut Akan Kena musibah juga, cape deh..!
DISMA : Dinas Mahkamah Agung
DISMA : Disiplin Itu Sebuah Malapetaka
DISMA : Disma Juga Manusia. Betul….!
MAGBALONG : Mikir Aja ngak Boleh Apalagi Ngomong. (Kalo Nulis Boleh Kaannn……?)

IMAJiNASI “IMAJINATIF” WUJUD PENGETAHUAN

“Oleh : Mahmudi
Ketika saya menulis bahan ini, penulis teringat pada wejangan guru MAN Sumenep Ibnu Hajar, Mpdi. Guru saya berkata seperti ini “kalau bercita-cita “imajinasi” jangan setengah-setengah, bercita-citah setinggi langit, biar kalau jatuh tersangkut pada ranting-ranting yang lain”.
Walau perkataan itu disampaikan dengan setengah bercanda, setelah saya cermati ada benarnya, bawha cita-cita itu sangat penting dan bisa memacu semangat seseorang.
Albert Einstein berpendapat bahwa "imajinasi lebih penting daripada pengetahuan", Perlu ditanamkan bahwa kekayaan berada dalam kekuatan otak, bukan terletak pada kemampuan otot.Dari kutipan tersebut dapat kita mengatakan bahwa tumbuh berkembangnya ilmupengatahuan melalui proses “imajinasi” nalar yang konstruktif. Sebab
sebuah imajinasi dapat membangun sebuah pengetahuan yang baru. Sebelum kita melangkah pada pembahasan yang lebih urgen, alngkah baiknya kita mengatahui apa itu imajinasi, Imajinasi : Adalah gambaran angan, daya membayangkan; kahayalan. Berangkat dari definisi tersebut dapat kita menarik benang merah bahwa imajinasi merupakan sebuah kerangka fikir Alfikr yang memiliki sebuah tujuan, dimana lahirnya tujuan itu terbentuk dari sebuah kayalan. “kemudian hayalan itu diwujudkan dalam sebuah instrumen yang konkrit dan ilmiah”.
Islam sebagai agama Rahamatallil-alamin mengamanatkan bagi seluruh ummatnya untuk mampu menangkap “berimajinasi” dari setiap yang kita temui. Landasan itu bisa kita ambil dari di turunkannya ayat alquran pertama Al-alaq “iqro” bacalah. Di mana kalau kita telaah lebih dalam dari konteks ayat tersebut bahwa tuhan lewat wahyu yang disampaikan kepada Muhammad Sw. secara tidak langsung merupakan tantangan kepada kita, untuk selalu gelisah terhadap fenomena yang ada di sekitar kita. Kita dituntut untuk memiliki kemampuan menangkap setiap apa yang kita temui. Tentunya pembacaan “imajinasi” itu akan membawa kita “ummat” pada sebuah penemuan-penemuan baru.
Akan tetapi tidak semua imajinasi fositif, ada juga imajinasi yang negatif. Contoh sederhana dari imajenasi negatif “berhayal memiliki istri teman/tetangga” dll. Akan tetapi dalam pembahasan ini akan diprioritaskan pada sebuah pembangunan imajinasi yang positif.
Perkembangan ilmu pengetahuan seperti kemajuan teknologi tidak lepas dari kegelisahan “imajinasi” individu yang diwujudkan dalam krangka ilmiah. Semisal
perkembangan dan penemuan-penemuan dalam kependidikan terutama cara mengajar. Awalnya pendidikan (pengajar) dikembangkan dengan metode ceramah, kemudian berubah KBK (kurikulum berbasis kopetensi) KTSP (kurikulun tingkat satuan pendidikan). Semua metode tersebut merupakan bentuk konkrit dari kemampuan seseorang dalam berimajenasi.
Akan tetapi sebuah imajinasi akan menjadi kerangka yang kering apabila tidak ada tindak lanjut. Oleh sebab itu, apa yang kita bangun lewat imajenasi tersebut harus direalisasikan “praktek”.
Sesuai ucapan Dr. Gunning yang dikutip Langeveld (1955). “Praktek tanpa teori adalah untuk orang idiot dan gila, sedangkan teori praktek hanya untuk orang-orang jenius”.
Dari kita berfikir “imajenasi” maka lahirlah sebuah teori, kemuadian dari teori tersebut kita peraktekkan. Kata yang digaris bawahi kalau kita analis mendalam, “bahwa hanya orang-orang yang jenius “imajinasi” kuat yang mampu memadukan antara teori dan peraktek.
Dalam khasanah peraktek pengagas pendidikan pertama Ki Hajar dewantoro juga telah melakukan hal yang sama yaitu mengembangkan “imajinasi” pendidikan dengan tataran pada saat itu. Pandangan Ki Hajar Dewantara (1950) sebagai berikut :“Taman Siswa mengembangkan suatu cara pendidikan yang tersebut didalam Among dan bersemboyan ‘Tut Wuri Handayani’ (mengikuti sambil mempengaruhi). Arti Tut Wuri ialah mengikuti, namun maknanya ialah mengikuti perkembangan sang anak dengan penuh perhatian berdasarkan cinta kasih dan tanpa pamrih, tanpa keinginan menguasai dan memaksa, dan makna Handayani ialah mempengaruhi dalam arti merangsang, memupuk, membimbing, memberi teladan agar sang anak mengembangkan pribadi masing-masing melalui disiplin pribadi”.
Kiaranya gagasan Ki Hajar dewantoro pada masa lalu sampai saat ini masih relavan. Para pakar pendidikan dan pengembangan pendidikan itu sendiri terilhami oleh Ki Hajar dewantoro.
Dalam kajian ini tidak ada kesimpulan yang bisa penulis berikan biarkan nalar imaji kita mengkonkkritkan segala yang terlintas dalam benak.

ALOKASI DANA PRAKTIKUM DARI MAHASISWA UNTUK SIAPA !!!!!!!!

OLEH : Mahmudi
Mustaqim, "Uang praktikum yang kita bayarkan sebanarnya dikemanakan?".
Iza, "ya kita membayar uang praktikum tapi kita tidak pernah ada praktikum".
Udi "Makanya jangan Cuma diem saja jika kita selama ini dibohongi".
Vera & Toni "Tapi disini kan Lembaga Islam, yang mengedepankan Ululul Albab", ulul albab dari hongkong, mana bisa kita menjadi ulul albab kalau kita selalu dibohongi, dan tidak pernah melakukan praktikum".
(Celometan mahasiswa-mahaisiswi)
Seperti diliris M. Ja'far Nashir penulis artikel PERKEMBANGAN TEORI MANAJEMEN PENDIDIKAN, bahwa LPT (Lembaga Pendidikan Perguruan Tinggi) merupakan suatu wadah lembaga yang seharusnya mengantarkan manusia pada alur berfikir yang teratur dan sistematis dan Guru "dosen" bisa menempatkan posisinya sebagai fasilitator yang baik bagi mahasiswanya.
Fasilitator "Dosen" yang baik, ketika ia mampu memberikan yang terbaik kepada mahasisanya. Jika sebuah lembaga diumpakan pasar "usaha" maka selayaknya manajemen pun harus lebih mengedepankan kepentingan pangsa pasar "peserta didik", sedangkan dosen sebagai pelayan dituntut mampu memberikan kontribusi yang sesuai kebutuhan mahasiswanya. Seorang pelayan yang baik tidak akan pernah melakukan kecurangan terhadap konsumennya (mahasiswa).
Hal yang senada dinyatakan Prof. Dr. H. Imam Suprayogo (Rektor UIN Malang) mengelola pendidikan tinggi sama artinya dengan mengelola bisnis pada umumnya yang harus selalu menyesuaikan dengan tuntutan Customer-nya secara terencana, profesionalisme, fleksibel, berani mengambil resiko, dan kompetitif. Dikutip dari (Memelihara sangkar Ilmu. 2004:X)
Pernyataan Prof. Dr. H. Imam Suprayogo di atas berdampak pada pengelolaan kampus. Dimana kampus hanya mengutamakan laba (profit). Perubahan setatus Uin menjadi BLU (Badan Layanan Umum) semakin memperkuat, kampus hanya mementingkat pendapatan sebesar-besarnya dari mahasiswa. Ketika perubahan setatus Uin menjadi BLU, tidak disertai pembenahan seperti kelengkapan praktikum maka perubahan itu hanya sebuah simbol di atas kertas. Dalam artian kampus hanya mementingkan kuantitas dari pada kualitas. Kualitas bukan tidak perlu akan tetapi harus ada keseimbangan antara kualitas dan kuantitas.
Perguruan tinggi sebagai usaha sadar dan direncanakan untuk mencetak mahasiswa agar secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara yang sesuai dengan tri darma pendidikan seperti yang diutarakan M. Ja’far Nasir, masih dihadapkan pada persoalan ketersediaan sarana dan prasarana "Lab Praktikum", samapi pada saat ini masih belum terpenuhi.
Pemenuhan sarana dan prasarana "praktikum" merupakan kebutuhan yang harus diprioritaskan. Pengunaan Lab bersama seperti yang dikatakan oleh Moh. Yunus kajur IPs tidak akan efektif dan mahasiswa yang dirugikan. Saat ditanya kapan jurusan dapat memilki lab sendiri ketua jurusan tidak bisa memberikan jawaban yang pasti, dalam artian mahasiswa untuk mendapatkan pelayanan fasilitas yang masih jauh dari harapan.
Kajur IPs menyayangkan keterbatasan dan pemakaian Lab bersama tapi menurutnya hal itu dilakukan karena di fakultas tarbiyah hanya memiliki satu Lab Micro Teaching , seharusnya di jurusan IPs sendiri harus memiliki Lab School dan Lab Pasar Modal sesuai prodi jurusan ekonomi dan pendidikan. Lab Micro Teaching yang ada di Tarbiyah sendiri masih kurang layak sebab desain bangunannya tidak sesuai yang diinginkan. menurut M. Fadil selaku kajur Tarbiyah. Hal itu dibenarkan oleh Marno selaku penanggung jawab Lab Tarbiyah, menurutnya desain bangunan yang disediakan oleh kampus tidak sesuai yang diharapkan terutama dalam desain lab itu sendiri sebab fakultas tidak ikut campur dalam pendesainan micro teaching karena semuyanya telah dikerjakan oleh kontraktor jadi pihak fakultas hanya bisa menerima bangunan yang telah jadi dan menempati sesuai instruktur dari pihak atas. Menurutnya kami hanya bisa memanfaatkan semaksimal mungkin fasilitas yang ada.
Ketika kebutuhan "Lab" kampus tidak bisa memenuhi dengan baik bagaimana dengan kapabilitas mahasiswanya. Sementara kemajuan dibidang ilmu pendidikan "teknologi" terus berkembang, ketika mahasiswa tidak bisa mengakses sesuai bidang yang ditempuh, bagainama hasil aut put mahasisnya mungkinkah mereka memiliki dedikasi yang baik dan bisakah mereka bersaiang dengan kampus lain-nya.
para pengelola kampus sekarang cenderung tidak mempersoalkan masalah praktikum, mereka lebih memprioritaskan pada penampilan fisik infrastuktur saja. sementara persoalan yang menunjang pada akademik kurang diprioritas secara khusus oleh kampus. disinyalir kampus sengaja mengabaikan dan lebih fokus pada penengembangan mahad saja. padahal mahad bukan prioritas, seharusnya yang menjadi prioritas adalah penunjang akademik sesuai jurusan yang diambil oleh mahasiswa

"Praktek tanpa teori adalah untuk orang idiot dan gila, sedangkan teori praktek hanya untuk orang-orang jenius" ( Dr.Gunning, dikutip Langeveld, 1955).

Pada kutipan di atas secara garis besar menekankan bahwa perlu adanya pengintegrasian antara teori dan praktik "flow up" dari teori tersebut. Teori merupakan kerangka yang akan mengantarkan anak didik pada dedikasi yang lebih baik. Sedangkan aplikasi dari teori "praktik" merupakan alat ukur sejauh mana peserta didik mampu memahai materi yang disampaikan.

Praktikum selalu dikaitkan denagan Laboratoriom. Akan tetapi tidak semua praktek harus dilakukan "membutuhkan" laboratoriom. Hal senada dikatakan oleh M. Padil, M.Pdi kajur PAI "bahwa semua mata kuliah ada prakteknya, tapi tidak semua pratikum itu harus dilakukan di Lab" karena menurutnya sebuah teori tidak hanya untuk diketahui, untuk apa tahu teori tapi pada tataran prakteknya tidak bisa.

Pemahaman teori tidak menjamin seseorang bisa mengaplikasikan (mempraktekkan teori yang didapat) di lapangan. Mengetahui struktur teori memang perlu, akan tetapi pengaplikasian "praktek" dari teori tersebut merupakan hal yang paling urgen. Kesadaran dari mahasiswa akan pentingnya peraktikum masih minim. Penanggung jawab Lab Marno menegaskan "Bahwa mahasiswa kurang memiliki kesadaran akan pentingnya peraktikum, sehingga mahasiswa lebih banyak pasif dan senang ketika guru "dosen" tidak mengajar, padahal mahasiswa sendiri yang dirugikan".

Pernyataan Marno seharusnya membuka kesadaran mahasiswa dan dosen. Dosen selaku pengajar yang harus memiliki kesadaran dan tanggung jawab dalam mengembangkan mahasiswa/i dan memberikan seluas-luanya kepada mahasiswa untuk mengespresikan potensinya. Bukan malah menjadi contoh dengan sengaja meninggalkan tanggung jawab sebagai pengajar "Malas mengajar atau masuk kampus".

Berhasil tidaknya pembelajaran yang disampaikan oleh "dosen" dapat dilihat sejauh mana mahasiswa/i mampu mengaplikasikan dalam kerangka berfikir yang nyata. Oleh sebab itu Laboratorium sebagai penunjang terhadap pembelajaran merupakan hal yang sangat penting ". Selama ini instrumen yang disampaikan oleh dosen masih sebatas wacana, belum mampu membangkitkan nalar mahasiswa, kenyataan ini harus dijadikan tolok ukur, sebab banyak mahasiswa/i masuk kuliah bertujuan hanya sekedar mengisi absensi hal itu dapat dilihat dari respon mereka yang pasif.

Pernyataan kajur PAI bahwa "semua mata kuliah ada prakteknya" seharusnya tidak hanya sebatas wacana saja.pernyataan itu harus diimbangi dengan peran dosen dan para birokrasi sebagai penangung jawab terhadap kemajuan kampus baik secara fisik maupun kapasitas intelektual mahasiswa dalam rana praksis maupun praktik. Melihat di lapangan pernyataan Kajur Pai tentang praktek dilapangan itu masih belum terrealisasikan praktikum hanya menjadi buah bibir disekitar telinga yang tak mendengar.

Hal itu sejalan dengan pernyataan Anwar bahwa "semenjak semester pertama sampai semester dua saya tidak pernah ada peraktek" ungkapnya.
Saat ditanya mengenai peraktikum lebih jau mahasiswa jurusan PAI menegaskan "saya tahu adanya praktikum pada brosur penerimaan pada angkatan 2007 disebutkan bahwa SPP untun non saintek Rp. (SPP) 600.000,00. + (Praktikum) 200.000,00. disatukan dalam pembayaran SPP Rp. 800.000,00.". Ungkap Anwar sambil bertanya pada teman di sampingnya. Penyatuan keuangan praktikum dengan SPP juga menjadi persoalan. Dosen pengajar yang memiliki peran dan tanggungjawab terhadap pola berfikir mahasiswa/i-nya tidak pernah menyinggung adanya praktikum, ada semacam persetujuan yang berkesinambungan, padahal jelas-jelas pungutan dana praktikum itu ada. Apakah dosen tidak tau terhadap mekanisme, serta tanggung jawabnya sebagai fasilitator sekaligus pengarah bukan malah memanipulasi apalagi korupsi terhadap anak didiknya.
Lembaga Pendidikan PT (Perguruan Tinggi) sebagai wadah untuk menghantarkan manusia kedalam alur berfikir yang teratur dan sistematis dan bisa menempatkan peran mahasiswa-mahasiswinya kearah yang lebih produktif dan aspiratif, masih sebatas pewacanan, karena penunjang untuk semua itu masih belum sempurna.
Oleh karena itu untuk mengembangkan segala potensi mahasiswa-mahasiswi yang ada tentu harus diimbangi dengan kelengkapan alat dan prasarana "Lab" yang memadai dan lebih baik, hal ini yang samapi saat ini masih belum bisa dilakukan oleh kampus. Karena Lab yang ada masih banyak kekurangan.
Fasilitas "laboratoriom" Uin khususnya Tarbiyah masih banyak kekurang.instrument penunjang yang dibutuhkan misalnya kamera untuk shooting jumlahnya masih kurang. Alat kamera yang minimal dua,kekurangan instrument kelengkapan lab dibenarkan oleh penanggung jawab Lab Tarbiyah "kalau kita bicara kelayakan, minimal kamira dua, satu untuk menyuting bagaimana penyampai mahasiswa saat mengajar, dan yang kedua menyoroti kondisi yang didik. Ungkap Marno penanggung jawab Lab.
Untuk sementara mahasiswa-mahasiswi hanya bisa memanfaatkan sarana dengan seadanya. Keterbatasan sarana bukan sebauh persoalan baru, hanya saja pihak kampus tidak pernah peduli bahkan cenderung membiarkan begitu saja. Demonstrasi yang sempat ricuh 4 Juni 2008 merupakan sebuah respons mahasiswa terhadap kebijakan birokrasi. Akan tetapi kejadian tersebut tidak bisa membuka kesadaran para birokrsi. Justru Para birokrasi menanggapi persoalan "peraktikum" lempar batu sembunyi tangan.
"Kelengkapan fasilitas, Laboraturium dalam tahap negosiasi dengan Islamic Development (IDB)" (Radar Malang 6 juni 20080)
Pernyataan Baharuddin Pembantu Rektor III (PR III) UIN Malang, seperti yang dilanksir Radar Malang, menunjukkan bahwa lembaga "kamupus Uin" tidak menetukan sikap, bisanya hanya beralibi setiap saat. Terbukti dalam usaha pemenuhan fasilitas harus melakukan negosiasi dengan pihak IDB, selaku pemberi hutang "modal" kepada Uin. Kampus sebagai pengembangan keintelektualan menjadi lahan bisnis.
Interfensi pemodal bukan hal baru. Pemodal memiliki peran terselubung dalam setiap kebijakan Uin, kenaikan uang masuk bagi mahasiswa/i baru merupakan sebuah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Meski pun H. Imam Suprayogo 10/06/2008 menegaskan kenaikan uang masuk itu disebabkan naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Akan tetapi kalau dilihat kondisi dan realitas di lapangan hal itu amat berbeda. Kemengahan infrastuktur (gedung) sekarang bukan tanpa beban. Bagaimana pun kemegahan gedung Uin Malang adalah hasil hutang ke IDB, untuk menutupi semua itu dari mana kalau tidak dari mahasiswa/i "dengan menaikkan anggaran pendidikan".
Kemegahan yang dihasilkan dari tangan ketiga (Pemodal/ IDB) hanya kemegahan yang fatamorgana. Karena pada dasarnya pihak investor "pemodal" sama, yaitu mereka ingin meraup keuntungan sebesar-besarnya, tanpa memperdulikan kondisi kampus. Kemudian yang menjadi korban tidak lain mahasiswa/i itu sendiri.
Ada sebuah ungkapan "Pendidikan hanya untuk mereka yang beruang "kaya", sedang orang miskin akan terus tersingkir" ungkapan kata tersebut kiranya tidak berlebihan. Biaya pendidikan yang mahal, semakin menjadikan jarak antara orang miskin dan kaya. Realitas di lapangan banyak ketimpangan yang diderita oleh orang miskin.
Ketimpangan itu diperparah oleh kebijakan yang semakin mempersempit gerak mereka terutama untuk mengakses pendidikan yang layak pendidikan yang memanusiakan manusia. Jika tujuan pendidiakn tidak lagi mengutamakan kecerdsan bangsa dan cendrung mengutamakan modal maka secara tidak langsung nasib dan kehidupa mahasiswa telah digadaikan. Pergerakan "penolakan" para mahasiswa untuk lepas dari intimidasi asing "pemodal" hanya menjadi cita-cita semu.
kini mahasiswa dihadapkan pada probalematika yang ada pada intern kampus, dimana kampus tidak bisa memfasilitasi kebutuhan "praktikum". kampus berkeinginan melaju jauh, sementara keterpurukan "praktikum" tidak pernah mendapat prioritas.
Mahasiswa selama studi di kampus merupakan sarana penempaan diri untuk merubah pikir, sikap, dan persepsi dalam merumuskan masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya jika materi perkuliahan yang didapat mahasiswa itu ditunjang dengan praktik yang memenuhi standart. Karna pada dasarnya praktikum merupakan aplikasi dari apa yang telah diperoleh dari bangku kuliyah.
Oleh sebab itu mahasiswa seharusnya mendapat perelakuan dan pembelajaran yang ideal, karna pendidikan merupakan kebutuhan yang peling urgen dalam kehidupan ini, lantas pendidikan yang edial seperti apa ? kalau Uin pada setiap kesepatan selalu diagung-agungkan oleh rektor pada tiap kesempatan, sementara sarana yang ada di kampus seperti kelengkapan Lab masih jauh dari apa yang diharapkan. Apakah benar Uin patut diagungkan denga dengan segala kekurangan yang tertutupi dengan disengaja.
Sementara keluhan dari berbagai fakultas dan jurusan tidak pernah mendapat perhatian dari kampus. Pada dasarnya mereka memiliki keluhan yang sama mengenai ketidak jelasan praktikum, akan tetapi kampus menutup telinga terhadap persoalan itu.
Mahasiswa dari beberapa fakultas dan jurusan, pada umumnya mereka merasakan kekecewa dengan adanya praktikum yang tidak jelas. Sama’ salah satu mahasiswi fakultas tarbiyah IPS mengaku selama semester satu belum pernah melakukan peraktikum. "sejak semester pertama sampai semester dua saya tidak pernah ada praktikum" ungkap Sama’ . Padahal pemungutan dana peraktikum berjalan semenjak masuk "aktif" sebagai mahasiswa-masiswi.
Apa yang dirasakan Sama’ juga dirasakan oleh mahasiswa yang lain, kapan teriakan mereka didengarkan dan bisa mengetuk hati nurani para pemimpin. sementara kalau kita flash back ketidakjelasan praktikum merupakan warisan dari tahun ke tahun. Menurut faruk (bukan nama sebenarnya) "permasalahan dana peraktikum yang tidak jelas aplikasinya sudah terjadi kurang lebih dua tahun lebih" Maka jangan terlalu banyak berharap aut put yang didapat di Uin bisa diperhitungkan oleh masyarakat dan mampu bersaing dengan yang lain.
Ada perbedaan persepsi mengenai praktikum dikalangan kajur, mengambarkan sebuah keironian. Menurut kajur IPS "tidak semua mata kuliah ada perakteknya", menurutnya yang membutuhkan peraktek seperti Micro theaching, TI (teknoligi informasi) pengelohan data, penbuatan permohonan proposal.
Berbeda dengan pernyataan Kajur PAI yang mengatakan "semua mata kuliah butuh praktek". Perbedaan di kalangan kajur semakin menambah ketidak jelasan "praktikum" hal itu mencerminkan kampus hanya mempesona, aplikasinya tidak ada. Kenyataan di lapangan mahasiswa tidak pernah melakukan praktikum, jangankan melakukan praktikum pada tiap-tiap materi kuliah, untuk materi kuliyah yang sangat membutuhkan praktek sesuai jurusannya masih kete-teran, karna perasara yang ada masih minim.
Anasari salah satu mahasiswi Jurusan IPS semister II mengaku kecewa terhadap mekanisme "praktikum" yang ada di Uin, terutama alokasi dana praktikum "saya tidak tahu kenapa ada pungutan dana praktikum tapi pelaksanaannya tidak ada, padahal disini lembaga yang berlabelkan islam, bagai mana hukumnya ? sari mengungkapkan kekecewaan terhadap kru inovasi sambil bertanya balik.
Mahasiswa berhak mendapatkan apa yang harus mereka dapatkan seperti pelayanan praktikum praktikum. Persoalan yang timbul dikalangan mahasiswa, kebanyakan diantara mereka cenderung pragmatis dan hedonis sehingga tidak memeliki kesadaran untuk menegdepan mana kepentingan yang perlu mengedepankan prioritas mana yang tidak. (MAHSISWA DAN TANTANGAN-NYA Dikutip dari majalah ACTIVA Edisi IV 2002,).
Sementara kampus yang berperan dalam peningkatan keintlektualan terhadap mahasiswanya kini berbalik arah, dimana kampus saat ini hanya mementingkan omset "laba" dari mahasiswanya tanpa berfikir bagai mana memberikan yang terbaik.
Pemungutan dana praktikum sebesar Rp. 200.000,00. untuk non saintek, dan Rp. 300.000,00. untuk saintek. Kalau diakumulasikan bukan jumlah yang kecil. Tapi kenyataanya kampus tidak pernah menaruh perhatian khusus kepada persoalan pratikum itu sendiri. Kampus disibukkan terhadap Visi barunya BLU (Badan Layanan Umum) dimana prioritas kampus bukan akademis tapi menjadi ajang bisnis.
Amat disayangkan memang pungutan dana praktikum dari mahasiswa yang berjalan mulai dari periode angkatan 2005 sampai sekarang masih tidak ada bentuk yang yang jelas. Anehnya kampus tidak ada inisiatif untuk segera melakukan perbaikan, terhadap persoalan praktikum.
Kalau selama ini di fakultas tarbiyah Lab-nya digunakan bersama PAI, IPs, PGMI, hal disayang oleh kajur IPs sendiri akan tetapi hal itu tidak bisa menjamin ada perubahan. Mahaiswa angkatan 2008 dan angkatan yang akan datang, tidak bisa mendapat jaminan bisa akan memperoleh pelayanan yang layak terutama dalam pelaksanaan praktikum.
Keluhan mahasiswa dari beberapa fakultas dan juruasan pada dasarnya sama, ya itu meraka kecewa terhadap pelaksanaan praktikukun tidak maksimal. Ketidak maksimalan itu terjadi dikarnakan tidak lengkapnya sarana praktikum dan terbatasnya Lab.
Sampai kapan mahasiswa-mahasiswi menjadi sapi perah oleh birokrasi Uin. Tentu jawaban itu tidak akan pernah ada jika mahasiswa diam saja dan acuh pada kebijakan yang tidak memihak mereka. Samapai kapan mahasiswa menunggu datangnya keajaiban dari Tuhan!.

MENELUSURI "KONSEP" PENDIDIKAN ISLAM

Oleh : Mahmudi
Pendahuluan
Islamic education has its own peculiar character, which distinguishes it very clearly from out her types of educational theory or practice. This distinguishing feature is due to the ambient presence and influence of the Quran on one Islamic education. The Quran is, by the consensus of the Muslim opinion, in the past and the present, the immutable source of the fundamental tenets of the Islamic of its principles, ethics, and culture. It is also perennial foundation for Islamic systems of legislation and of social and economic organization. This Quranic why has the distinction of connecting all disciplines of the man with the higher principles of the Islamic creeds, morals, social and economic policy as well as with the legal practice. The systems of Islamic education is basic upon the notion that every discipline and branch of knowledge, which is of benefit to society and necessary for it, should be given doe to attention by the Muslim community or Ummah as a whole in order to educate all some of its members in those disciplines (Syed Muhammad Alnaquik Al Atlas, aims and Objectives of Islamic education, King Abdulazis University, Jeddeh, 1978,p. 126)
Islam sebagai rahmatan lilalamin bukan hanya sekedar slogan saja. Bukti nyata dari semua itu dapat dilihat dari turunnya ayat Al-quran yang pertama, iqro’ (bacalah), Ayat itu memiliki makna yang mendalaman, dan universal.
Kemajuan islam dari prasejarah tidak bisa lepas dari peran para ulama’ "pendidik" yang terus menerus melakukan sebuah kajian secara kontinyo terhadap fenomena/kemajuan pendidikan. Dari kegigihan itu lahirlah pakar-pakar "ilmuan" silam. Kepedulian islam terhadap pendidikan dapat dilihat dari ayat Al-quran yang lain dan beberapa hadits Nabi Muhammad "carilah ilmu semenjak dari buayan (lahir) sampai keliang lahat mati" Al-hadits. Pesan itu menunjukkan betapa pentingnya pendidikan.
Lalu bagaimana konsep pendidikan islam. Pendidikan islam tidak lepas dari fisi utama Nabi Muhammad yaitu menyempurnakan akhlak. Seperti dua pendapat tokoh dibawah ini.
Dr. Miqdad Yaljan : pendidikan islam adalah sebuah usaha untuk menumbuh kembangkan dan untuk membimbing muslim menjadi baik, memiliki kesehatan, kepercayaan/keyakinan, akhlak, keinginan, dan kreasi yang sempurna berdasarkan nilai-nilai islam (Miqdad Yaljan 1986 : 20)
Dr. Muhammad S.A Ibrahimy : islam Education is as system of education which enables to lead his life according to the islamic ideology, so that he may esaily mould his life according tenets of islam (pendidikan islam adalah sebuah sistem pendidikan yang menyebabkan manusia dapat memimpin kehidupannya berdasarkan ideologi islam, sehingga dia dapat dengan mudah mencetak kehidupan berdasarakan ajaran islam - Muhammad S.A Ibrahimy, 1983 : 28 )
Mainsterm pemikiran di atas, jika dicermati secara hati-hati, cenderung mengarah pada modifikasi rancangan-bangun pendidikan yang menitik beratkan pada: pemberdayan sistem ( the establshment of system), penetrasi budaya (cultural penetration), dan elaborasi keilmuan (scientific elaboration) secara benar dan utuh, bersih dari dari intervensi kekuatan eksternal-kekuatan diluar bangunan islam. Perjalan cita-cita mulia ini, sayangnya ,seringgkali kelihatan tertatih-tatih oleh karena, minimal, semakin parahnya penyakit lumpuh didritah oleh manyoritas muslim. Penyebab utamanya adalah: pertama, masyarakat muislim terlanjur menjadi komunitas bersosk banci, effeminate shape, dan kondisi semacan ini semakain menjadi ketika para pemikir muslim terapologis dengan"dasi" mereka,bahkan cenderung mempertontonkan idiom sekularisasi (dalam pengertian sangat sempit dan rigit) dihadapan massanya secara berlebihan. Kedua, sebagian orang islam, justru, mulai berani mencurigai kehadiran dienullah bahkan menudingnya sebagai salah satu pernyebab tertinggalnya tatanan pendidikan yang dikelolah oleh sebahagian institusi berlabelkan islam, diterngah-tengah pergaulan global. Ketiga, affirmasi pendidikan oleh dan atas nama lembaga tertentu, tidak bisa mengakomudasi kepentingan islam dan ummat islam secara keseluruhan, sementara, universalitas itu secara simultan mestinya menjadi simbol atas nama kebersamaan (membership) dalam proses menyelenggarakan pendidikan. Fenomina ini semakin diperjelas oleh adanya watak bawaan berupa sifat "lata" yang oleh Alfin Tofler dianggap sebagai salah satu dari sekian banyaknya penyakit psikologis yang disebut social shok.
Disamping itu sensitivitas masyarakat dan para pengelola dan para pengelola pendidikan Islam, agaknya perlu dipertanyakan. Masih mungkinkah kepekaan itu dari bersumber dari nlai-nilai Qur’ani. Format pertanyaan diatas menurut Syed Muhammad Alnaquik Al Atlas didak boleh dipahami sebagai sesuatu yang sederhana, kecuali karena ia muncul dari peranata sosial, secara filosifis, ini dihawatirkan bisa berpengaruh langsung atau tidak langsung pada kemapanan dan sublimasi konsep penataan pendidikan yang berasal dari langit itu.
Progressivitas pemikiran semacam ini harus diiringi dengan kesungguhan berbuat dan keseriusan didalam setiap langkah. Mutual simbiosisme harus menjadi bagian dari percepatan peradapan manusia. Sebuah teradisi yang sesungguhnya sedauh lama di proyeksi oleh the founding father, terutama oleh para ulama’ yang tekun menanam pendidikan dibeberapa pondok pesantren. Kerja sama yang saling menguntungkan antara masyarakat terdidik dengan masyarakat yang dididik, merupakan modal dasar untuk mewujudkan cita-cita agung sebagaimana yang disajikan oleh Al Atlas diatas.
"SAJADAH" PENDIDIKAN ISLAM
Sajadah adalah simbolisasi peradapan muslim. Di tempat ini, segala macam kreatifitas dan aktivitas berpusat. Sebuah lambang geliat keagamaan yang amat dinamis walau pun terkesan sacral. Dari tema sacralitas itu bakal, palinh tidak, diperoleh "kalam suci" untuk memulai langkah, ibtidaaaul khothwah, agar tidak terlalu banyak dijumpai sekay-sekat yang menyebabkan perjalanan seringkali tergantung. Di bawah ini, berikut penulis tampilkan tiga pilar utama, dengan tidak bermaksud untuk mengesampingkan pilar-pilar yang lain, the third primary pillar, untuk dijadikan referensi dalam penyelenggaraan pendidikan Islam, sebagai mana yang diharapkan pula oleh Dr. Yusuf Al-Qurdawi (baca : Pengantar Kajian Islam, Pustaka Kautsar, Jakarta Timur, 1097).
Penataan sistem pendidikan.
Sistem yang dimaksud adalah on ordered comprehensive of facts, principles, or doctrine (Mario Pei : 313). Keterkaitan dan asimilasi fungsional itu, antara lain, meliputi :
Universitas (sekolah). Ada kata kunci yang dapat dijadikan rujukan dalam menejerial pedidikan (Universitas), yaitu, Universitas dengan sendirinya bisa berwujud sebagai sebuah tempat yang sehat – dan menyehatkan – untuk bertempat tinggal hanya jika kebutuhan-kebutuhan mahasiswa-siswinya terpenuhi (the school itself can become a more healthful place to live only when the needs of students are known, Delbert Oberteaffer, Ph. D. School Health Education, 1954 : 68). Kebutuhan dimaksud adalah tersedianya ruang greak yang luas dan manusiawi bagi mereka sehingga mereka memiliki probability sepenuhnya di dalam mencari dan menemukan dirinya sendiri dengan bantuan tulus dari seorang guru.
Guru "Dosen". Kamus yang neburut penulis, terbaik untuk dipersembahkan kepada tuan penyelenggara pendidikan, adalah bahwa guru merupakan sosok sentral yang sekaligus menempati posisi strategis, oleh karenanya, di leher beliau harus dikalungkan empat tugassuci, yai itu :
Penasehat dan Pemberi Informasi
Ketika nasehat itu telah menjadi tradisi, mak unsur keteladanan tidak bisa dianggap persoalan nomor dua, the second issue, bahkan wajib diletakkan pada "shof" pertama dan wajib dijaga bersama-sama. Yang kedua, filterisasi informasi menjadi tidak kalah pentingnya dengan keteladanan ketika yang satu ini sedang berhadap-hadapan dengan musuh bebuyutannya berupa kebebasan transformatif.
Penyuluh (counselor). Seorang guru daharapkan mampu menjadi pelita buat murid-muridnya, sebuah lampu penerang yang cahayanya akan menghalau kegelapan jiwanya sendiri, terlebih jiwa anak didiknya. Di samping itu, guru seharusnya mencoba membantu perkembangan independensi berfikir dan cara mengambil keputusan terhadap siswa-siswinya. He also attempts to understand basic causal factor underlying his students behavior.
Pemengang disiplin (disciplinarian). Disiplin yang dimaksud adalah kemauan yang keras dan cita-cita yang tinggi, bagaimana stabilitasi pendidikan mampu bertahan dari derasnya kekuatan negatif-distruktif nilai-nilai global, dengan tidak mengesampingkan sikap flexsibel dan terbuka. Pemaknaan flexsibelitas secara mendalam, tentu menjadi pertimbangan utama pada saat penetapan kedisiplinan itu sadangf berlangsung ( in action) di areal yang lebih spisifik, sepereti : di kelas, di kantor, dan di lingkungan pendidikan lainya.
Motivator. Seorang guru diminta untuk dapat menguasai situasi yang dipercaya akan menstimulir perbuatan murid-murid tertentu dengan ara menganugrahkan penghargaan-berupa apa pun – dan dengannya diharapkan muncul semangat baru. Motivasi semacam ini bakal meraih banyak keuntungan jika pendistribusiannya selalu digandengkan atau, paling tidak, disejajarkan dengan adanya komonikasi bathin yang disponsori oleh ruh ke-Tuhanan (ruuhul ilaahiyyah) antara sang guru dengan anak bi/didik-nya.
Murid. hampir bisa dipastikan bahwa keberadaan murid-sebutan paling sederhan dari kerlompok masyarakat muda dan tertentu yang sedang dan akan menimba ilmu pengetahuan ditempat tertentu pula-dalam kontek pemberdayaan ummat, sama esensinya dengan guru. Urgensi ini bisa dilihat melalui sebuah pengamatan ilmiah (diskursus) terhadap jantung lembaga pendidikan, dimana rengking pertama yang menjaedi sorotan masyarakat tentang kegagalan pendidikan, selalu ditujukan pada guru dan murid secara bersama-sama. Untuk menangkis pukulan diatas, maka perlu didiskusikan kembali pemikiran Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihyaa Ulumuddin, juz I, halaman 49, bahwa masalah mendasar yang wajib dikantongi oleh seorang murid sebelum memasukan beragam ilmu kedalam otak dan hatinya adalah: proses purifikasi diri dari kotoran atau ahlaq yang tercelah (taqdiimu thohaarotun nafsi ‘an radzaailil ahlaaqi)
Kurikulum. Menurut John D. Mc. Neil, berikut empat fungsi yang layak dimiliki oleh kurikulum, jika pemberlakuannya ingin diterimah oleh improvisator pendidik pada umumnya.
Common or general education. Fungsi umum (dari kurikulum) adalah sebuah jaringan, a net, melalui kurikulum yang dialamatkan pada murid- murid (the learners), sebagai bentuk tanggung jawab kemanusiaan dan kebangsaan, tidak bersifat spesial dan personal atu seseorangan yang mengusung interres unik. Kesuksesan fungsi ini tentunya diukur dari/melalui kemampuan mendorong dan menanggung proses elaburasi budaya
Suplementation. Untuk melayani fungsi ini, sebuah kurikulum dapat didesain melalui rekapitulasi dan, sekaligu, pelayanan beragam kemampuan dasar (tatents) dan minat yang dimiliki oleh masing-masing siswa/i, bahkan bisa menyebrang pada atensi khusus yang dibutuhkan dan oleh karenanya, kurikulum dimaksud, selalu bersifat personal atau individual, tidak bersifat komunal.
Exploration. Lapangan (field) ini harus dijadikan kesempatan bagi siswa/i untuk menemukan dan mengembangkan minat pribadi yang mampu menangkap (to capture) kebermaknaan explorasi. Jika tahapan ini dijalankan dengan baik, kurikulum akan menjadi media bagi murid-murid guna mengenal lebih dalam tentang semangat keberpihakannya terhadap entitas keilmuan.
Specialization. Budaya pendidikan, education culture, pasca "post moderenisme" (sebuah hasil karya cerdas dari masyarakat gelombang ke-tiga) ternyata tidak mampu membentuk manusia yang bisa tahu dan mengetahui dirinya sendiri – meminjam istilah Anom Surya Putra (Majalah Gerbang, 2000:22) -- , melainkan sekedar para spesialis yang sibuk mencari keterkaitan global semua gejala.
Selanjutnya, dikatakan bahwa ada ahli hukum (yang buta terhadap hukum), pemikir politik, dan sastrawan yang mencoba melihat berbagai kesamaan diantara realitas sosial yang beragam, dan dengan berpijak darinya dapat menawarkan persepektif- persepektif global tentang apapun. Sayangnya, konsep, ide, dan apapun kosa kata lainnya, adalah hasil ciptaan mereka sendiri yang, agaknya, sulit untuk dipahami apalagi icicipi. Andai bukan karena keterbatasan jarak pandang, ratifikasi budaya yang diilhami oleh civilisasi bebas nilai itu, dipastikan semakin meraja lela. Padahal kita tahu bahwa tidak ada kebenaran absolut dan permanin yang dapat menentukan kita "diluar sana", dan membuat kita tergantung terus dengannya. Subordinasi yang membuahkan keyakinan akan dahsyatnya kekuatan transidental.
Melihat kerapuhan psiko-sosial seperti itu, Islam melalui jarahan sistem pendidikannya, melalui kepolosan budayanya telah dan mampu menyumbang sejarah kemanusiaan bahwa pimpinan pengembaraan pendidikan itu, tetap dipegan oleh Allah sendiri. Otak atau akal pikiran bukan satu-satunya pusat pengembangan explorasi saintifik, tetapi qolbun selamanya harus menempati wil;ayah central (supra struktural) dan kapasitas intelek tual hanya merukan jembatan (infra struktur). Kerangka berfikir semacam ini haru didukung oleh Qur’ani dari masing-masing sistem yang terkait, terutama, sekolah, guru, dan kurikulum. Nafas sama diantara ketiganya menjadi amat niscaya ketika glombang peradapasn nyaris menindih rumah suci yang aset pembangunannya hampir sebanding dengan nyawa umat Isla. Ukhwatul ’Ilmiyyah bagi Said Hawwa (baca Said Hawwa, Al-Islam, Gema Insani, 2004) merupakan jamu alternatif yang sangat mujarrap tanpa mengabaikan inklusifitas yang diajarkan oleh Rasulallah sebagai panutan pertama dan utama didunia pendidikan.
C. Elaborasi keilmuan
Titik kejemuhan yang dialami oleh guru, murid-sebagai aktor utama pendidikan -- , madrasah/ sekolah, dan kurikulun, tidak terlepas dari mewabahnya adigium science for science , sebuah sketsa berfikir yang terlepas sama sekali dari tuntutan spritual. Kering dan gersang ! Dalam konteks ini, teradisi Pondok Pesantren beserta kidung verbal-nya, al-’aalimu man ‘amila bi’ilmihii, sangat tepat untuk dijadikan rujukan. Yang kedua, al-‘ilmu bilaa ‘amalin kasy-syajari bilaa tsamarin, sedikit pun tidak boleh luntur dari "sarung" para perancang pendidikan islam. Giri dan anak didik tidak boleh terpisah ketika keduanya sama-sama berada di "meja makan", ketika keduanya sama-sama menikmati lezatnya ilmu pengetahuan yang oleh Dr. Achmad Asy-Syarbashy di dalam kitabnya yasaluunaka fidini wal hayah disebut ta’tsiirul ‘lmi wal ‘amaly.
KESIMPULAN
Tulisan di atas, tentu, tidak bisa dianggap sebuah kesempurnaa apalagi solusi komprehensif yang menyeluruh terhadap berbagai problematika yang tidak henti-hentiya muncul berkenaan demgan pengelolaan pendidikan Islam. Kecuali karena ia membatasi diri pada space pendidikan formal, adalah tagihan yang berlebihan jika kumpulan beberapa pemikiran di atas dipaksakan menjadi wahyu ketiga setelah Al-Quran Kalamullah dan Hadits Rasulullah Alaihi Wasallam. Allah dan Rasusul-Nya adalah satu-satunya sandran vertical dan horizontal jika kita masih punya harapan bahwa attarbiyyatul Islaamiyyahhah Taquumu Laaziman Fii Kully Zamaanin.
Semoga sumbangan pemikiran Al-atlas berikut akan menambah fitalitas dan kebugaran semangat kita dalam menyongsong hari-hari yang pemuh dinamika, terutama, pada saat genderang perjuangan di bidang pendidikan sudah ditabuh di mana-mana, ketika sedang berada pada posisi mapan, the long standing pattern, ya itu :
Muslim education unanimously agree that the purpose of education is not only to cram the students’ mind with facts but also to prepare them for a life of purity and sincerity this total commetment to character-building basic on the ideals of Islamic ethecs is the highes goal of Islamic education.
Cita-cita agung ini seharusnya menjadi denyut nadi setiap muslim. Ini bukan karena sekedar ingin menyesuaikan diri dengan "selera" zaman, tetapi adalah merupakan tanggung jawab pengemban amanat Allah. Dus, kelak nsejarahakan menjadi saksi tantang apa yang telah, sedang, dan kita lakukan insyaallah.


BAHAN BACAAN
Al-Atlas, Al-Naquib, Muhammad, Syed, Aims and Objectives of Islamic Education, King Abdulazis University, Jeddah, 1978.
Al-Ghazaly, Ihyaa Ulumuddin, Juz I, Daaru Ahyaail Kutubil Arabiyah, Indonesiah.
Ibrahimy S. A., Muhammad, Mass Midia Islamic Gasette, Bangladesh, 1983.
Mc.Neil, D., John, Curriculum A Comprehensive Introduction, Foresman, Caero 1977.
Oberteafter, Delbert, School Health Education, Harpen and Brothers Publiser New York, 1954.
Yaljan, Miqdad, Al-Ahdaaf Attarbiyah Al-Islamiyah Waghayaatuha, Riyadl, 1986.
Hawwa, Said, Al-Islam, Gema Insani, Jakarta, 2004.
Al-Qardhawi, Dr., Yusuf, Pengantar Kajian Islam, Pustaka Al-Kausar, Jakarta Timur, 1997.

Selasa, 02 September 2008

Uin. Tragidi Bulan Juni "demonstrasi"

BAB I
Pendahuluan
Latar Belakang
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas akhir Teori Social Budaya yang dibimbing oleh Samsul Susilowati, M.Pd. dalam hal ini saya mengambil sub bahasan TRAGEDI BULAN JUNI di UIN MALANG KASUS DEMONSTRASI oleh Gerakan Aksi Mahasiswa (GAM).
GAM adalah sebuah pergerakan mahasiswa yang mengedepaan asas kebersamaan. Dan ada pun pembentukan GAM didasari atas kepentingan mahasiswa dan tujuannya mengkritisi kebijakan birokrasi yang merugikan mahasiswa dan sikap otoriterisme Rektor1.
Seperti yang banyak dilansir oleh media lokal dan nasional, baik itu media cetak atau elektro TV dan Radio, memberitakan bahwa aksi itu terjadi karna adanya beberapa kebijakan yang dinilai merugikan masiswa, seperti penutupan akses jalan di belang kampus Uin, penerapan jam malam, denda Rp. 50.000,00 bagi KTM yang hilang, adanya pungli dll.
Aksi pertama pada tanggal 4 juni. Aksi audensi secara garis besar diterima oleh pembantu Rektor I Prof. Muji raharjo. Dalam aksi ini masiswa (para pendemo) mengejukan surat perjanjian untuk ditanda tangani. Namun pembantu rektor tidak menandatanginya, kemudian aksi semakamin memanas mahasiswa mendesak untuk segera ditandatangai. Kemudian pembantu rektor meninggalkan para peserta demonstrasi. Secara spontan mahasiswa bergerak maju dan terjadilah aksi dorang mendorang dengan petugas satpam yang berujung pada konflik.
Tawur (konflik) terjadi antara mahasiswa, dosen dan para penjabat kampus disebabkan oleh adanya perbedaan sudut pandang dalam mencermati sebuah permasahan2. Begiju juga kasus yang terjadi di Uin pada tanggal 4 juni 2008 perbedaan sudut pandang dalam menanggapi sebuah kebijakan berujung pada ketodak puasan. Dalam pandangan mahasiswa kebijakan yang diterapkan oleh birokrasi terkesan dipaksakan dan tidak mengarah pada akademis.
Selain itu, tawur (konflik) batin yang mereka lakukan juda dapat disebabkan oleh kehidupan dinamika kampus yang bergerak begitu cepat dan menuntut kesiapan SDM3. Salah satu penyebab yang paling urgen terjadinya konflik adalah tuntutan “birokrat” kampus yang terlalu berlebih dalam setiap penerapan kebijakannya. Sementara sarana dan prasarana (mahasiswa) kurang diperhatikan sehingga antara kebijakan dan penunjang tidak berimbang.
Tindakan mahasiswa dalam mengkritisi kebijakan kampus patut diapresiasi. Karan apa bila dalam suatu tatanan kelembagaan (kampus) tidak ada control, maka lembaga itu akan semena-mena dalam memberlakukan kebijakannya. Maka dalam hal ini suatu lembaga menjadi keharusan untuk selalu melakukan evaluasi dan koreksi dalam setiap kebijakannya. Mahasiswa dalam kasus 4 juni 2008 merupakan sebuah tolak ukur dan sekaligus koreksi terhadap kebijakan-kebijakan kampus.
Dalam hal ini saya akan mencoba mengkaji (meneliti) Tragedi Bulan Juni Di Uin Malang Kasus Demonstrasi :
Rumusan masalah
Apa yang melatarbelakangi mahasiswa (GAM) melakukan demonstrasi
Sebab-sebab terjadinya bentrok mahasiswa (GAM) dengan petugas.
Bagaimana solusi penyelesai permasalahan di atas.
Tujuan
Ada pun tujuan dari penelitian ini adalah :
Memahami dan mengetahui secara benar apa yang melatarbelakangi mahasiswa (GAM) melakukan demonstrasi.
Mengetahui secara benar sebab-sebab terjadinya bentrok mahasiswa (GAM) dengan petugas.
Dapat memberikan solusi dengan baik dan benar dalam suatu permasalahan
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Mahasiswa (GAM) dan Demonstrasi
Sebelum kita bahas lebih dalam latar belakang terjadinya demonstarsi kita pahami dulu apa itu mahasiswa (GAM) dan demonstrasi. Mahasiswa ialah pelajar perguruan tinggi4. Kalau dipisa kata mahasiswa menjadi maha (besar dan terhormat)5. dan siswa (pelajar pada akademik perguruan tinggi)6. Jadi Mahasiswa ialah seoarang yang terhormat ter-pelajar pada dunia akademik pada perguruan tinggi.
Sedangkan demonstrasi adalah unjuk rasa; tindakan bersama untuk menyatakan protes7. Protes kersas tentang ketidak adilan atau penyelewengan dilakukan dengan banyak orang (desertai poster dan yelyel)8. Jadi demonstrasi adalah suatu gerakan yang dilakukan bersama untuk menyatakan “protes” penolakan terhadap kebijakan.
Latar Belakang Terjadinya Demo
Latar belakang demo tidak bisa lepas dari pembentukan imeg oleh kampus. Philip Kotler dalam Topor menyatakan bahwa Image Is Power. Citra yang positif merupkan aset yang sangat berharga di pasar (market place)9. Pembentukan citra memang langkah awal untuk menarik simpati. Akan tetapi ketika antara pembentukan citra dan realitas berbeda maka akan terjadi kontradiksi. Kasus yang terjadi di Uin merupakan imbas dari pembentukan imej yang menarik. Sementara kasus di dalam kampus tidak seperti apa yang dicitrakan.
Dengan begitu, satu hal yang perlu dipahami sehubungan dengan terbentuknya sebuah citra perusahaan (kampus) adalah adanya presepsi (yang berkembang dalam benak pablik) terhadap realitas (yang muncul dalam media)10.
Dalam setiap kesempatan majalah Gemma kampus diposisikan adalah suatu perguruan tinggi yang sukses. Sementara hal yang berkenaan hak-hak mahasiswa seperti pelayanan yang tidak efektif tidak pernah disuarakan.
Semestinya kampus para penguasa harus siap melayani dan membela kepentingan rakyat11. Maka ketika mahasiswa (rakyat) melakukan penolakan atas kebijakan birokrasi kampus (pemerintah) selayaknya diterima oleh birokrasi tanpa mengenyampingkan kepintingan yang ada. Mahasiswa melakukan gerakan penolakan terhadap kebijakan karna kebijakan perlu dibahas dan dirembuk kembali, “Para birokrat kampus tidak pernah mengikutsertakan mahasiswa dalam pemenentukan kebijakannya” ungkap Anang ketua LKP2M. Mahasiswa dalam hal ini merupakan bagian dari realitas kampus yang tidak dapat dipisahkan. Selain itu, sebuah realitas bisa dipresepsikan berbeda oleh tiap individu, dan juga bisa dipresepsikan berbeda oleh anggota pablik yang berbeda12.
Sementara GAM (Gerakan Aksi Mahasiswa) seperti diliris oleh buletetin Patriotik adalah sebuah gerakan mahasiswa yang berasaskan kebersamaan. Gerkan “demonstari” muncul sejak diberlakukannya jam malam. Pada umumnya seluruh semua “mahasiswa” UKM menolak terhadap pemberlakukan jam malam tersebut karna jam malam mempersulit bagi pengurus UKM untuki melakukan pengkaderan.
Kemudian dengan diberlakukannya jam malam tersebut mahasiswa UKM khususnya melakukan kordinasi mengklarifikasi kembali terhadap kebijakan jam malam tersebut. Bahkan BEM U (Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas) mengeluarkan surat somasi, yang isinya adalah meninjau ulang aturan jam malam dan memenuhi semua fasilitas OMIK (Organisasi Mahasiswa Intra Kampus)13.
Kemudian untuk menindak lanjuti somasi tersebut mahasiswa tidak hanya berhenti dan diam mereka melakukan kordinasi kembali.
Sebelum mahasiswa melakukan aksi demonstra di depan Rektorat. Mahasiswa dan para utusan UKM/OMIK sempat duduk bersama merundingkan masalah jam malam dengan bagian kemasiswaan tepatnya di sebelah barat jalan di kantor kemahasiswaan di gedung SC (sprot center).
Akan tetapi pertemuan itu tidak mengahsilkan kesepakatan apa pun buntu di tengah jalan.
Karna mahasiswa kecewa terhadap kemasiswaan yang kurang respek terhadap keluhan mahasiswa. Kemudian setelah itu “mahasiswa” seluruh anggota OMIK menduduki SC sampai jam sebelas malam. Pada kesempatan As’ad Al Masruri, Presiden BEM U meminpin dialok antara OMIK, “Sebenarnya masalah yang kita rasakan bukan hanya kita yang merasakan seluruh kampus di Indonesia mengeluh hal yang sama” As’ad menegaskan kepada seluruh yang hadir pada saat itu.
Salah satu mentri luar negeri Koming mengatkan “kita harus tetap pada kesepakatan kita menolak terhadap kebijakan Rektor Imam, karna kebijakan itu sangat dirasa tidak manusiawi dan malah memfakumkan krearifitas mahasiswa, disini juga preseden selaku tombak kekuatan kita harus dan wajib mendampingi kita.
Sebelum terjadi kordinasi dan dialok dengan pengurus OMIK anggota “mahasiswa” sempat diambrak dan tengkar mulut dengan satpam dan sempat terjadi tarik menarik dengan petugas. Dan seluruh yang hadir pada malam itu untuk membumbuhi tanda tangan yang disodorkan oleh petugas satpam.
Semenjak itu lah pertikaian kecil dengan petugas “kampu” telah terjadi. Sebenarnya pertikaian yang terjadi itu merupakan ketimpangan antra imeg yang ditonjolkan dengan realitas di lapangan.
Menurut Soejono, pertikaian adalah suatu bentuk dalam interelasi social di mana terjadi usaha-usaha pihak yang satu berusaha menjatuhkan pihak yang lain, atau berusaha mengeyahkan yang lain yang menjadi rivalnya. Hal ini terjadi mungkin karena perbedan pendapat antara pihak-pihak tersebut14. Dalam hal ini dapat kita tarik pada fenomena yang ter jadi di Uin di mana mahasiswa melakukan reaksi penolakan pada kibijan. Penolakan itu merupakan sebuah indikasi ketidak setujuan di mana ketidak setujuan itu mengarah pada sebuah tindakan menjatuhkan kepeminpinan.
Kasus Trisakti dan Semanggi pada tahun 1999 yang dimotori oleh mahasiswa dan LSM merukan sebuah pergolakan sosial yang besar. Pergerakan mahasiswa dikarnakan oleh kondisi social masyarakat pada saat itu semakin terpuruk. Pada masa orba banyak refresi yang dilakukan oleh pemerintah pada saat itu. Korupsi (KKN) terjadi di mana-mana.
Sedangkan tujuan dari pergerakan yang dilakukan oleh mahasiswa menuntut hak-hak rakyat untuk dikepankan. Sementara pada masa itu masih fanatik pada golongan. Ketika ada ketidak adilan dalam sebuah tatanan maka akan terjadi penolakan-penolakan.
Sementara kasus demonstarasi yang dilakukan oleh mahasiswa UIN merupakan reaksi penolakan terhadap kebijakan jam malam. Karna jam malam mempersulit pengakaderan. Seperti direlis oleh Majalah UAM INOVASI Daifit Fatkhurrahman ketua Umum UKM Seni Relegius 2007, mengatakan “ kerepotan sekali untuk melakukan pengkaderan anak baru, apalagi mereka harus mengikuti PKPBA sampai jam delapan malam. Hanya ada sabtu sore, itu pun tidak maksimal, biasanya banyak yang pulang. Kalua ditempat dulu kita bisa latihan setelah anak-anak pulang PKPBA sampai jam sepuluh malan15.
Menurut soerjono soekanto menjelaskan bahwa pertentangan adalah suatu peruses social di mana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan/ atau kekerasan16. Fenomena yang terjadi pada (4/6/2008) merupakan pergolakan social dalam sekop kampus.
Pada satu sisi aksi demonstrasi bertujuan untuk mewujudkan cita-cita UKM agar gerak lajunya diberi ruang yang layak. Karna peraturan jam malam dinilai oleh seluruh anak UKM tidak mendidik, justru mematikan kreatifitas yang diretas oleh masing-masing UKM.
Menurut salah anggota BEM Komang “kalau kampus “Birokrasi” menerapkan jam malam dengan alasan menghindari hal yang tidak diinginkan sebanarnya tidak harus mematikan kreatifitas mahasiswa yang lain”. Dia mencohtan seorang bapak/ibu mempunyai dua atau tiga anak, kemudian salah satu anaknya melakukan sina, apakah anak yang lain akan dikenakan sangsi karna kesalahan salah satu anak itu, kan tidak adil, begitu pun dikalngan OMIK semestinya semua OMIK tidak pukul rata dengan mengeluarkan kebijan peraturan yang tidak akademis samasekali. Seharusnya kampus menambah perseonil keamanan dan menegakkan disiplin yang tinggi tanpa harus mematikan kereatifatas mahasiswa.
Ada sebuah selogan Power tends to corrupt, absolute power corrups absolutely (kekuasan cenderung korup, dan kekuasaan mutlak kurupnya pun mutlak pula). Oleh sebab itu, tokoh kita (peminpin) harus pula menegakkan nilai-nilai mulia17. Dalam buku pencegahan korupsi dijelaskan bahwa korupsi tidak hanya berupa tertuju pada materi “uang” akan tetapi menghilangkan hak-hak yang semestinya dirasakan oleh orang juga adalah korupsi.
Mungkin dalam lingkungan kampus UNI tindak korupsi berupa uang tidak ada, akan tetapi mengenai waktu, mungkin hal itu harus dipahami bersama.
“Aksi mahasiswa yang mengatasnamakan GAM (gerakan Aksi Mahasiswa) terhadap kebijakan-kebijakan rektorat di kampus UIN Malang pekan lalu, menjadi titik kulminasi kekecewaan mahasiswa pada kinerja birokrat. Kejadian itu tentunya mengisyaratkan lemahnya sistem pemerintahan yang ada di RM UIN Malang, dan lemahnya peran aktif para birokrasi terhadap rakyatnya dalam hal ini mahasiswa.
Perlindungan kampus
Ketika sebuah kampus dipilih sebagai wadah pengembangan akademik pendidikan, ada konsekuensi yang harus diletakan sebagai dasar, konsekuensi itu adalah sebuah kampus berdiri atas dan untuk kepentingan rakyat (Mahasiswa). Dengan demikian ia semata berdiri untuk melindungi tercapainya hak-hak dan kewajiban rakyatnya termasuk kesejahteraan dan hak asasi di dalamnya.
Dengan dasar itu sebuah kampus diberi wewenang untuk menggunakan wewengan (kekuasaan legal) terhadap perkembangan dan pertumbuhan kampus itu sendiri, akan tetapi dalam hal ini kampus dituntut untuk bersikaf bijak dalam menggunakan wewenagnya agar kemudian tidak ada yang merasa dirugikan baik masyarakat, dosen, rektor maupun mahasiswa.
Sayangnya pelbagai kejadian yang sering muncul di dalam kampus, baik mengenai kebijakan-kebijakan, ataupun hal lainnya, sering kali mendapat respon yang negative dari perorangan ataupun kelompok tetentu. Hal ini tentunya lebih mencerminkan pada lemahnya sistem yang ada. dan terabaikannya keselamatan dan kesejahteraan mahasiswa karna ketidak tegasan peran birokrasi dalam mengawal mahasiswa. Lebih dari itu diskriminasi perlakuan yang ditujukan aparat birokrasi kepada kelompok-kelompok masyarakat (mahasiswa) telah menimbulkan pertanyaan akan keberpihakan aparat.
Perilaku ricuh yang dilakukan oleh berbagai organ mahasiswa seringkali tidak mendapat reaksi atau ransangan yang responsive dari pihak birokrasi kampus. Sebaliknya aksi mahasiswa sering kali mendapat kawalan ketat dan perlakuan keras . misalnya kasus bentrokan di Universitas Nasional di Jakarta pekan lalu.
Jika pada masa pemerintahan Orde baru sorotan atas isu kekerasan lebih banyak ditujukan kepada Negara sebagai pelaku, maka tren yang berkembang paska reformasi adalah ditujukan kepada komunal antar kelompok masyarakat.
Pada periode Orde Baru kontrol atas Negara lemah, Negara menjadi begitu kuat sehingga tak ragu menggunakan kekerasan untuk menciptakan stabilitas. Setelah runtuhnya rezin orba, control terhadap Negara diperkuat namun ditengah posisi seperti ini, Negara terpojok ke posisi lemah dalam mengendalikan berbagai kemplek kekerasan yang berkembang
Tidak hanya itu, sejuml;ah organ acap kali melakukan aksi-aksi yang seharusnya menjadi tanggung ajwab Negara hal ini menjadi simbolisasi dari bentuk ketidak percayaan publik kepada negaranya18.
Sebab-sebab Terjadinya Bentrok Mahasiswa (GAM) Dengan Petugas.
Pengalangan massa GAM, 4/6/2008 dilakukan di samping Masjid Tarbiyah tepat di dekat Menara. Awalnya terlihat hanya sekitar 5-6 orang. Kemudian masing-masing dari keenam orang tersebut bergegas maju ke utara melewati belakang Masjid menuju Mahad putra. Dari situlah kemudian massa semakin bertam. Sambil menyuarakan yel-yel dari masing-masing terus mengajak satu teman pad teman yang lain.
Setelah selesai mengajak santri permabna kemudian mereka merapikan barisan. Ada salah seorang yang memberi pembatas para pendemo. Pendemo dimasukkan dalam gari tali raffia. Setelah itu mereka terus meneriakkan yel-yel “hidup mahasiswa …. hidup mahasiswa 2x” dan berarak meju ke arah selatan melewati belakang gedung perpus. Kemudian berjalan sambil tetap menyuarakan yel-yel. Sesekali mengajak simpati mahaiswa untuk bergabung. Kemudian tepat di depan SC semua rombongan berhanti dudu bersama sambil membacakan doa bersama.
Salah satu diantara mereka masuk ke dalam SC untuk mengajak teman yang lain. Setelah usai membacakan doa bersama kemudian para pendemo bergerak kea rah timur melewati gedung B. Tepat di depan gedung B rombongan berhenti dan mensuiping kelas-kelas untuk ikut berdemo.
Sambil menyanyikan lagu Indonesia raya, salah satu dari orator memecah suara “yang merasa mahasiswa turun” kemudian ditirukan “Turun… turun turun turun”.
Kemudian aksi dilanjutkan di depan gedung rektorat. Para pendemo sempat kecewa. Birokrasi tidak cepat menemui para pendemo. Akan tetapi hal itu tidak berlangsung lama. Sambil melakukan orasi dan meminta para birok rasi untuk menemui dan menanggapi tuntutan mereka.
Sayogo menegaskan bahwa masa depan bangsa ini sekarang berada di tangan generasi pemuda19. Mahasiswa sebagai agen of cange bisa menunjukkan bahwa mereka memiliki hak. Dan yang melekat pada diri mereka mesti diapresiasi.
Akan tetapi ketika reaksi yang dilakukan oleh mahasiswa ditafsiri nigatif maka apa yang dilakukan oleh mereka seakan menjadi kesia-sian. Seperti beberapa media melangsir mahasiswa melakukan anarki dalam melakukan/ menyuaran aspirasinya.
Seperti diungkapkan Anang “bahwa apa yang diberitakan oleh media “mahasiswa bertindak anarkis” padahal tidak seperti itu justru pihak keamanan yang terlalu berlebihan, seandainya teman kita tidak disekap/ segera dilepaskan pada saat itu itu tidak akan terjadi, Lagi pula anak-anak pada saat itu meminta pada birokrat untuk menginjinkan kita semua, tapi apa yang terjadi, birokrat semua di gedung mengah itu, kami ingin masuk secara damai beristigasyah bersama.
Menurut Koming “pecahnya pintu kaca Rektorat itu adlah tidak disegaja, dan itu pun bukan karna mahasiswa tapi karna terjadi desak-desakan. Tindakan mahasiswa terjadi prokontra dikalangan dosen dan mahasiswa, ada sebagian dosen setuju dengan tindakan mahasiswa ada yang tidak begitu pun dengan mahasiswa.
Kalau kita tarik apa yang dilakukan oleh mahasiswa merupakan bagian kecil dari konflik social. Fenomena konflik bukanlah hal baru, ia merupakan fenomena purba, sama purbanya dengan sejarah manusia itu sendiri20. Selama ribuan tahun manusia berusaha memecahkan dan mencari jalan keluar dari persenggetaan di antara mereka sendiri, hasilnya ialah tumpukan buku-buku di perpustakaan.
Ada orang yang melihat kenyataan konflik dengan presepsi yang sangat bersahaja, yaitu melepaskan emosi dan vested interest-nya dari peristiwa yang terjadi, melampaui kepentingan-kepentingan pragmatis, dan memasuki dunia batin yang dianggap lebih penting dari konflik itu sendiri21.
Gejala konflik tidak bisa terlepas dari perasaan dan emosi. Perasaan (feeling) dan emosi (emotian) merupakan dua keadaan yang bersifat sementara dalam kehidupan individu. Keduanya merupkan integral dari keseluruhan aspek psikis individu (manusia). Namun emosi mempunyai arti yang agak berbeda dengan perasaan. Emosi lebih kompleks dibandingkan perasaan. Dengan kata lain perasaan bagian dari emosi. Emosi dapat didefinesikan sebagai suatu perasaan yang timbul melebihi batas sehingga kadang-kadang tidak dapat menguasai diri dan menyebabkan hubungan pribadi dengan dunia luar menjadi putus22.
Ketika sebuah perasaan itu amat peka terhadap gejala social. Sehingga rentan memicu konflik. Pada dasarnya apa yang terjadi pada GAM pada saat itu merupakan suatu hal yang bisa diantisipasi secara arif pada saat itu. Akan tetapi ketika sebuah antisipasi yang dilakukan oleh birokrat menyekap salah satu peserta demo hal itu yang justru memicu timbulnya perasaan emosi. Karana pada gerakan itu terbangun sebuah roh kebersamaan.
Massa GAM meneriakan suara kebersamaan yang pada intinya melindungi satu dengan lainya. Muncullah sebuah emosi. Perasaan tidak rela teman disekap. Hawatir terhadap perampasan KTM.
“Birokrasi sengaja membentrokkan satpam dengan mahasiswa ” teriakan itu dilontarkan oleh Andre, salah seorang perangkat aksi demonstrasi yang terjadi rabu pagi kemarin. Dia berteriak-teriak dari samping barisan yang mulai berdudukan di depan rektorat, jumlahnya kira-kira 300-an.
Sebelumnya masa berkumpul di depan masjid At-Tarbiya dengan masa yang minim. Massa kemudian mencari dukungan dari mahasisiwa lain dengan melakukan konfoy keliling area kampus, mulai dari kawasan Ma ’ had, perkantoran, hingga kawasan perkuliahaan. Ketika hendak memasuki area rektorat, massa dihadang sekompok satpam yang hedak mengalihkan mereka menghindari pelataran rektorat. Tetapi dengan sedikit bentrokan dan saling dorong, dan karena satpam kalah jumlah, akhirnya massa bisa menembus barikade satpam. Dalam sesi orasi awal, andre kambali menegaskan kepada massa bahwa satpam yang sedang dihadapi di depan mereka adalah sahabat mahasiswa, mereka bukan preman. Mereka hanya sebagai pegawai yang digaji oleh majikannya, dan harus menuruti segala perintah majikannya.satpam juga mempunyai anak dan istri yang perlu dihidupi.
Beberapa satpam siaga mengamankan lokasi demonstrasi, umumnya mereka berjaga-jaga di depan pintu utama rektorat, menahan demonstran agar tidak merangsak masuk, juga berjaga-jaga di seputar mobil mewah para birokrat yang belakangan diefakuasi sopirnya. Jumlah mereka bisa dihitung dengan jari, sedangkan bertanggaung jawab mengamankan aksi ratusan demonstran. Hal yang paling mendasar yang harus disadari oleh mahasiswa adalah dengan siapa kita harus berhadapan dan melampiaskan tuntutannya. Yang harus kita paksa untuk keluar adalah jajaran birokrasi yang lebih berkuasa yang menjadibiang keladi permasalahan.
Birokrasi telah semena-mena membuat kebijakan yang mengebiri kreatifitas mahasiswa, yang telah menyimpan tranparansi-baik transparansi dana maupaun transparansi kebijakan-di dalam peti besi dan menguburnya dalam-dalam di bawah lantai kantor rektorat. Hingga tak seorangpun mempuyai hak untuk mengetahui segala hal tentang kebijakan kampus, dan tidak diberi keleluasaan untuk menyapaikan aspirasi dan pendapat. Sekali lagi, birokrasi yang pada dasarnya harus kita lawan, dan kita dudukkan untuk menyetujui tuntutan cerdas mahasiswa, dan untuk menemukan jalan keluar yang disepakati oleh kedua belah pihak. Bukan satpam.mereka hanya pegawai yang tidak tahu akar permasalahan yang ada. Mereka berada dalam krisis dua kubu yang masing-masing
Mempunyai kehendak yang harus diperjuangkan. Satpam erada dalam situasi dilematis, mereka terjepit diantara dua kubu itu. Menreka hanyamenjalankan tugas untuk mendapatkan gaji di akhir bulam, dan gaji tersebut mereka gunakan untuk menghidup keluarga di rumah. Satpam menjadi korban benturan dua kubu.
Mereka terperangkap dalam situasi yang penuh emosi karena mahasiswa sudah sangat geram dengan tingkah laku birokrasi dengan kebijakan-kebijakan tidak adil. Kebijakan yang tanpa memperhitungan yang matang, dan tanpa melibatkan mahasisiwa di dalalmnya. Mahasiswa seolah wajib mempunyai nalar kritis karena mereka adalah “ Agen Of Change ” memang sangat berpotensi untuk merubah ketimpangan-ketimpangan di sekitar mereka, dan sangat bersemangat untuk sesegera mungkin menyelesaikan permasalahan yang menggelayuti pikiran mereka. Tetapi sekikap emosional adalah masalah besar dalam aksi-aksi yang bertujuan mulya.
Sekali terprovokasi, kericuhan akan terjadi karena hilangnya kendali komando. Kemudian mereka lupa tujuan aksi sebenarnya, sehingga satpam menjadi pelampiasan emosi mahasiswa karena dianggap sebagai penghalang aksi. Pada hakekatnya, mahasisiwa tidak pernah anarkis.
Kata anarkis adalah bahasa yang dimunculkan media semata-mata untuk menghiperbola situasi. Media memang sangat mempertimbangkan nilai jual dan pangsa pasar. Kasus-kasus kekerasan yang terjadi lebih tepat disebut sebagai kericuhan yang memang tidak terkoordinir dengan sempurna.
Mahasiswa selalu beriktikad baik dengan melakukan aksi damai. Kasus pecahnya apintu kaca utama rektorat adalah akibat dari kekecewaan mahasiswa atas respon negates yang diberikaan oleh birokrasi. Birokrasi tidak menanggapi secara serius tuntutan mahasiswa, buktinya dengan tidak mau menandatangani surat perjanjian yang diajukan mahasiswa. Tetapi pertanyaanya, mengapa yang harus menjadi objek utama emosi mahasiswa adalah aparat satpam? 23.
Seperti yang dinyatakan sebelum ini, mestilah difahami dalam peristilahannya sendiri. Dalam mengatakan demikian bukanlah bermakna bahawa kita bersetuju dengan penggunaan satu bentuk ukuran umum bagi menilai sesuatu. Ukuran tersebut tersebut mungkin merangkumi jangka hayat, keluaran negara kasar (gross national product), hak demokrasi, kadar celik huruf, dan sebagainya. Tidak berapa lama dahulu satu amalan yang sering dilakukan oleh masyarakat Eropah ialah menilai masyarakat di luar Eropah mengikut peratusan penduduknya yang memeluk agama Kristian. Seandainya peratusan itu tinggi maka tinggilah kedudukan negara tersebut mengikut kayu ukuran yang digunakan. Penilaian terhadap manusia seperti yang dilakukan itu sesungguhnya sangat tidak sesuai dengan pendekatan antropologi. Oleh itu, jika kita ingin menilai mutu hidup dalam sesebuah negara atau masyarakat luar, kita mestilah terlebih dahulu memahami masyarakat itu dari dalam; jika tidak penilaian yang kita buat itu mempunyai nilai ilmiah yang sangat terbatas. Apa yang dianggap sebagai ‘gaya hidup yang baik’ dalam masyarakat Eropah misalnya, tidak semestinya menarik dan sangat-sangat dikehendaki jika dinilai dari sudut dan kedudukan masyarakat lain. Bagi memahami erti sebenar kehidupan sosial sesuatu masyarakat, maka sangat perlu untuk kita cuba mendalami terlebih dahulu bagaimana alam nyata sesuatu masyarakat difahami dan dirasai sendiri oleh ahli-ahlinya. Untuk berjaya dalam usaha ini, maka tidak memadai jika kita hanya memilih beberapa ‘angkubah’ sahaja. Ternyata bahawa penggunaan konsep seperti ‘pendapatan tahunan’ tidak sesuai sama sekali bagi sebuah masyarakat yang tidak mengenali mata wang serta tidak tahu akan kaedah kerja yang diupah dengan uang.
Penghujatan seperti di atas boleh lah dianggap sebagai amaran awal terhadap etnosentrisme. Istilah tersebut berasal daripada perkataan Yunani (ethnos bermaksud ‘orang’) Etnosentrisme membawa maksud bahawa kita menilai masyarakat lain daripada kaca mata kita sendiri, serta memperihalkan mereka dalam peristilahan kita. Dengan demikian, ciri-ciri ethnos yang ada pada diri kita, termasuk nilai budaya kita, dijadikan kayu ukur dalam penilaian tersebut. Justeru itu tidak hairanlah jika orang lain atau masyarakat asing kelihatan begitu rendah taraf sosial dan budaya mereka jika dipandang dari kaca mata ethnos kita. Misalnya jika kita mendapati bahawa di kalangan masyarakat Nuer kemudahan pinjaman untuk membeli rumah daripada institusi kewangan sukar diperolehi, maka kita tidak boleh membuat kesimpulan bahawa masyarakat Nuer tidaklah sesempurna masyarakat kita. Jika kita mendapati bahawa kemudahan bekalan elektrik tidak terdapat di kalangan orang Kwakiutl di pantai barat Amerika Utara, maka kita tidak boleh membuat kesimpulan bahawa cara hidup orang Kwakiutl itu tidak sejahtera berbanding dengan cara hidup kita. Jika sekiranya orang Kachin di sebelah utara Myanmar menolak agama Kristian, maka kita tidak boleh menganggap bahawa orang Kachin tidak bertamadun. Jika sekiranya orang San (kaum Bushmen) di gurun Kalahari buta huruf, maka kita tidak boleh terus menyatakan bahawa mereka itu tidak pintar. Jika sekiranya kita terus menerus mempunyai pandangan berunsur etnosentrisme, maka ternyata bahawa kita sama sekali tidak memberikan sebarang peluang bagi orang lain untuk mempunyai sebarang perbezaan dan hidup dalam persekitaran sosial dan budaya yang berlainan24.
Sebuah komonitas yang di dalam terdiri dari banyak ragam dan fareabel kepentingan menuntut adanya sebuah pengakomodasian yang maksimal dan efektif. Suara mereka (mahasiswa) dalam hal ini harus benar-benar diberi ruang dan yang baik. Keselahan pada 4/6/2008 merupakan hal yang semestinya tidak terjadi.
Kekecewaan mahasiswa pada saat aksi 10/06/2008. di mana Imam Supra Yogo selaku penentu kekuasan tidak segera menemui pada demonstran.
Solusi Permasalahan
Orang bijak mengatakan “tidak ada persoalan yang tidak dapat diselesaikan di dunia ini” ungkapan tersebut memang ada benarnya. Akan tetapi terkadang dalam penyelesaian “persoalan” banyak orang yang terjebak pada nilai-nilai pristise “super ego” sehingga dalam menyelesaikan persoalan cenderung dengan kekerasan.
Perisriwa 10/06/2008 merupakan fenomena yang bisa terjadi di mana saja. Dalam analis sosila sebuah konflik merupakan hal yang penting untuk menuju keseimbangan. Dalam ranah demokrasi, konflik sangat diperlukan.
Akan tetapi di sini perlu ditekan-kan konflik bukan berarti perpecahan “kekerasan” konflik merupakan dinamika sosial yang mengarah pada kesetabilan. Mengedepankan asas kebersamaan sehingga nantinya dari konlfik akan terbentuk penyatuan konsep ide.
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam penyelesai sebuah konflik diantaranya sebagai berikut :
Dialog
Keterbukaan
Tidak mengedepankan emosional
Saling menghargai
Atbitrasi
Sebuah persoalan dapat diselesaikan melalui dialog. Karna dengan adanya sebuah dialog persoalan “konflik” dapat diselesaikan dengan bijak. Dalam hal ini dialok mesti dibiasakan dalam sebuah persoalan. Belakangan ini dialok masih belum dibisakan, sehingga dalam sebuah keputusan sering berakhir ricuh yang berujung pada kekerasan.
Sifat keterbukan selaknya dibiasakan dalam hal apa pun “positif” karna dengan begitu akn tercipta sebuah akselrasi dan menghindari pertikaian. Pola sifat keterbukan harus dibumikan dan ditradisikan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian dari keterbukaan itu diharapkan adanya rasa simpati “saling menghargai” dalam perbedaan.
Talcott Parsons dalam menguraikan teori ini menjadi sub-sistem yang berkaitan menjelaskan bahwa diantara hubungan fungsional-struktural cenderung memiliki empat tekanan yang berbeda dan terorganisir secara simbolis :
pencarian pemuasan psikis
kepentingan dalam menguraikan pengrtian-pengertian simbolis
kebutuhan untuk beradaptasi dengan lingkungan organis-fisis, dan
usaha untuk berhubungan dengan anggota-anggota makhluk manusia lainnya.
Sebaliknya masing-masing sub-sistem itu, harus memiliki empat prasyarat fungsional yang harus mereka adakan sehingga bias diklasifikasikan sebagai suatu istem. Parsons menekankan saling ketergantungan masing-masing system itu ketika dia menyatakan : “ secara konkrit, setiap system empiris mencakup keseluruhan, dengan demikian tidak ada individu kongkrit yang tidak merupakan sebuah organisme, kepribadian, anggota dan sistem sosial, dan peserta dalam system cultura25.
Walaupun fungsionalisme struktural memiliki banyak pemuka yang tidak selalu harus merupakan ahli-ahli pemikir teori, akan tetapi paham ini benar-benar berpendapat bahwa sosiologi adalah merupakan suatu studi tentang struktur-struktur social sebagai unit-unit yang terbentuk atas bagian-bagian yang saling tergantung.
Fungsionalisme struktural sering menggunakan konsep sistem ketika membahas struktur atau lembaga sosial. System ialah organisasi dari keseluruhan bagian-bagian yang saling tergantung. Ilustrasinya bisa dilihat dari system listrik, system pernapasan, atau system sosial. Yang mengartikan bahwa fungionalisme struktural terdiri dari bagian yang sesuai, rapi, teratur, dan saling bergantung. Seperti layaknya sebuah sistem, maka struktur yang terdapat di masyarakat akan memiliki kemungkinan untuk selalu dapat berubah. Karena system cenderung ke arah keseimbangan maka perubahan tersebut selalu merupakan proses yang terjadi secara perlahan hingga mencapai posisi yang seimbang dan hal itu akan terus berjalan seiring dengan perkembangan kehidupan manusia26.
BAB II
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari beberapa uraian di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
Aksi mahasiswa yang mengatasnamakan GAM (gerakan Aksi Mahasiswa) terhadap kebijakan-kebijakan rektorat di kampus UIN Malang pekan lalu, mereupakaan kekecewaan mahasiswa pada kinerja birokrat. Kejadian itu tentunya mengisyaratkan lemahnya sistem pemerintahan yang ada di RM UIN Malang, dan lemahnya peran aktif para birokrasi terhadap rakyatnya dalam hal ini mahasiswa.
Sedangkan demonstrasi adalah unjuk rasa; tindakan bersama untuk menyatakan protes. Protes kersas tentang ketidak adilan atau penyelewengan dilakukan dengan banyak orang desertai poster dan yelyel.
Latar belakang demo tidak bisa lepas dari pembentukan imeg oleh kampus. Philip Kotler dalam Topor menyatakan bahwa Image Is Power. Citra yang positif merupkan aset yang sangat berharga di pasar (market place).
Menurut Soejono, pertikaian adalah suatu bentuk dalam interelasi social di mana terjadi usaha-usaha pihak yang satu berusaha menjatuhkan pihak yang lain, atau berusaha mengeyahkan yang lain yang menjadi rivalnya. Hal ini terjadi mungkin karena perbedan pendapat antara pihak-pihak tersebut.
Tujuan dari pergerakan yang dilakukan oleh mahasiswa menuntut hak-hak rakyat untuk dikepankan. Sementara pada masa itu masih fanatik pada golongan. Ketika ada ketidak adilan dalam sebuah tatanan maka akan terjadi penolakan-penolakan.
Sementara kasus demonstarasi yang dilakukan oleh mahasiswa UIN merupakan reaksi penolakan terhadap kebijakan jam malam. Karna jam malam mempersulit pengakaderan. Seperti direlis oleh Majalah UAM INOVASI Daifit Fatkhurrahman ketua Umum UKM Seni Relegius 2007, mengatakan “ kerepotan sekali untuk melakukan pengkaderan anak baru, apalagi mereka harus mengikuti PKPBA sampai jam delapan malam. Hanya ada sabtu sore, itu pun tidak maksimal, biasanya banyak yang pulang. Kalua ditempat dulu kita bisa latihan setelah anak-anak pulang PKPBA sampai jam sepuluh malan.
Menurut soerjono soekanto menjelaskan bahwa pertentangan adalah suatu peruses social di mana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan/ atau kekerasan.
Gejala konflik tidak bisa terlepas dari perasaan dan emosi. Perasaan (feeling) dan emosi (emotian) merupakan dua keadaan yang bersifat sementara dalam kehidupan individu. Keduanya merupkan integral dari keseluruhan aspek psikis individu (manusia). Namun emosi mempunyai arti yang agak berbeda dengan perasaan. Emosi lebih kompleks dibandingkan perasaan. Dengan kata lain perasaan bagian dari emosi. Emosi dapat didefinesikan sebagai suatu perasaan yang timbul melebihi batas sehingga kadang-kadang tidak dapat menguasai diri dan menyebabkan hubungan pribadi dengan dunia luar menjadi putus.
Apa yang dianggap sebagai ‘gaya hidup yang baik’ dalam masyarakat Eropah misalnya, tidak semestinya menarik dan sangat-sangat dikehendaki jika dinilai dari sudut dan kedudukan masyarakat lain. Bagi memahami erti sebenar kehidupan sosial sesuatu masyarakat, maka sangat perlu untuk kita cuba mendalami terlebih dahulu bagaimana alam nyata sesuatu masyarakat difahami dan dirasai sendiri oleh ahli-ahlinya. Untuk berjaya dalam usaha ini, maka tidak memadai jika kita hanya memilih beberapa ‘angkubah’ sahaja. Ternyata bahawa penggunaan konsep seperti ‘pendapatan tahunan’ tidak sesuai sama sekali bagi sebuah masyarakat yang tidak mengenali mata wang serta tidak tahu akan kaedah kerja yang diupah dengan uang.
Penghujatan seperti di atas boleh lah dianggap sebagai amaran awal terhadap etnosentrisme. Istilah tersebut berasal daripada perkataan Yunani (ethnos bermaksud ‘orang’) Etnosentrisme membawa maksud bahawa kita menilai masyarakat lain daripada kaca mata kita sendiri, serta memperihalkan mereka dalam peristilahan kita. Dengan demikian, ciri-ciri ethnos yang ada pada diri kita, termasuk nilai budaya kita, dijadikan kayu ukur dalam penilaian tersebut. Justeru itu tidak hairanlah jika orang lain atau masyarakat asing kelihatan begitu rendah taraf sosial dan budaya mereka jika dipandang dari kaca mata ethnos kita. Misalnya jika kita mendapati bahawa di kalangan masyarakat Nuer kemudahan pinjaman untuk membeli rumah daripada institusi kewangan sukar diperolehi, maka kita tidak boleh membuat kesimpulan bahawa masyarakat Nuer tidaklah sesempurna masyarakat kita. Jika kita mendapati bahawa kemudahan bekalan elektrik tidak terdapat di kalangan orang Kwakiutl di pantai barat Amerika Utara, maka kita tidak boleh membuat kesimpulan bahawa cara hidup orang Kwakiutl itu tidak sejahtera berbanding dengan cara hidup kita. Jika sekiranya orang Kachin di sebelah utara Myanmar menolak agama Kristian, maka kita tidak boleh menganggap bahawa orang Kachin tidak bertamadun. Jika sekiranya orang San (kaum Bushmen) di gurun Kalahari buta huruf, maka kita tidak boleh terus menyatakan bahawa mereka itu tidak pintar. Jika sekiranya kita terus menerus mempunyai pandangan berunsur etnosentrisme, maka ternyata bahawa kita sama sekali tidak memberikan sebarang peluang bagi orang lain untuk mempunyai sebarang perbezaan dan hidup dalam persekitaran sosial dan budaya yang berlainan.
SARAN-SARAN
Uraian di atas masih jauh dari kesempurnaan maka kami mohon keritik dan saran, khususnya dosen pembimbing, demi kesempurnaan makalah ini. Hidup adalah proses dan membutuhkan keberanian, sedang keberanian itu tidak akan ada tanpa adanya latihan. Kehidupan butuh semangat dan percaa diri agar apa yang kita kerjakan memberi kepuasan.
Daftar Pustaka
Abdulsyani 2002 Sosiologi Skematika, Teori, Dan Terapan PT Bumi Aksara Jakarta
Jurnal el-harokah 2007, Januari Vol.9,No1 Jurnal Studi Islam dan Kebudayaan Universitas Islam Negeri Malang
Pius A Partanto M. Dahlan Al Barry 1994 KAMUS ILMIAH POPULER Penerbit “ARKOLA” Surabaya
KAMUS HAHASA INDONESIA Tim bahasa pustaka agung harapan …… CV Pustaka Agung Harapan
Jurna ULUL ALBAB. 2005. Vol.6 No 1 Jurnal Studi Islam, Sain dan Teknologi Universitas Islam Negeri Malang
Buletin Mahasiswa PATRIOTIK Penyalur Lidah Mahasiswa Kritis, Progresif Juni 2008. GAM, “KEBANGKITAN MAHASISWA” UAPM INOVASI Universitas Islam Negeri Malang
Wasesa, Silih Agung, 2005. Strategi Public Relations, PT Gramedia Pustaka utama Anggota IKAPI
KOMPAS 2008, 28 Juni Tugas Cendiakiawan Mencari Kebenaran,
Thaha Idris Februari 2005. DEMOKRASI RELEGIUS TERAJU PT Mizan Publika Jakarta
Majalah Mahasiswa UAPM INOVASI 2008 Merayakan Apnormalitas Edisi XXIV Maret- Juli Universitas Islam Negeri Malang
Majalah GATRA 2004. Hajatan Demokrasi Muslim Indnesia No 1-2 tahun XI 27 November, PT Era Midia Informasi.
al. et. Dr. Nurcholish Madjid, 2002. Kehampaan Spiritual Masyarakat Modern PT MEDIACITA, Jakarta.
http://smallbusiness.yahoo.com, Albykazi , Abu Yahya Rizki Ibn Heru , 2008 Teori Fungsional - Struktural. Senin, Maret 03
Baharuddin, H. 2007. Psikologi Pendidikan Refleksi Teoritis Terhadap Fenomena. AR-RUZZ MEDIA GROUP.
Ismail , Mohamed Yusoff, 2001. Pengantar Antropologi Sosial dan Budaya. www. goggle. co.id
1 PATRIOTIK Penyalur Lidah Mahasiswa Kritis, Progresif. GAM, “KEBANGKITAN MAHASISWA” Juni 2008
2 Syamsuddin Budaya tawur di Indonesia El- harokah Jurnal Studi Islam dan Kebudayaan Vol.9, No.1, Januari-April 2007 halaman 31
3 Opcet halaman 31
4 Tim bahasa pustaka agung harapan KAMUS HAHASA INDONESIA hlm 336
5 Op cet halaman 335
6 Op cet halaman 475
7 Pius A Partanto M. Dahlan Al Barry KAMUS ILMIAH POPULER hlm 100
8 Op cet halaman 132
9 Sugeng Listyo Prabowo ULUL ALBAB Jurnal Studi Islam, Sain dan Teknologi Vol.6 No 1 tahun 2005 hlm 160
10 Silih Agung Wasesa STRATEGI PUBLIC RELATIONS hlm.13
11 Idris Thaha DEMOKRASI RELEGIUS hlm. 235
12 Silih Agung Wasesa STRATEGI PUBLIC RELATIONS hlm.13
13 INOVASI EDISI XXIV MARET- JULI 2008 hlm 59
14 Abdulsyani Sosiologi Skematika, Teori, Dan Terapan hlm 158
15 INOVASI EDISI XXIV MARET- JULI 2008 hlm 58
16 Opcet. hlm 158
17 Majalah GATRA No 1-2 tahun XI 27 November 2004 hlm 114
18 Buletin PATRIOTIK Penyalur Lidah Mahasiswa Kritis, Progresif. GAM, “KEBANGKITAN MAHASISWA” Juni 2008
19 KOMPAS Tugas Cendiakiawan Mencari Kebenaran, Sabtu 28 Juni 2008 hal 1-15
20 Dr. Nurcholish Madjid et. al. Kehampaan Spiritual Masyarakat Modern. hlm 14
21 Opcet. hlm 14
22 Drs. H. Baharuddin, M.Pdi, Psikologi Pendidikan Refleksi Teoritis Terhadap Fenomena, 2007 hal I138
23 Buletin PATRIOTIK Penyalur Lidah Mahasiswa Kritis, Progresif. GAM, “KEBANGKITAN MAHASISWA” Juni 2008
24 www. goggle. co.id. Mohamed Yusoff Ismail, Pengantar Antropologi Sosial dan Budaya.
25 http://smallbusiness.yahoo.com, Abu Yahya Rizki Ibn Heru Albykazi Teori Fungsional - Struktural. Senin, Maret 03, 2008
26 Op cet smallbusiness.yahoo.com